Sukabumi, 6 September 2025 — Bagi warga yang baru membangun kolam, baik untuk ikan, rendam, atau sekadar hiasan halaman, ada satu masalah umum yang sering muncul: bau semen yang menyengat dan air yang terasa “panas.” Tapi jangan khawatir, ada cara sederhana dan alami yang sudah lama dipakai masyarakat kampung—yaitu merendam kolam dengan cacahan pohon pisang selama beberapa hari.
Proses ini dikenal sebagai tif kolam, dan biasanya dilakukan selama tiga hari atau lebih sebelum kolam digunakan. Caranya cukup mudah: isi kolam dengan air, lalu masukkan cacahan batang pohon pisang secukupnya. Biarkan terendam, dan biarkan air bekerja bersama serat pisang untuk menetralisir zat kimia dari semen.
Menurut Ruslan Raya dari Mata Sosial praktik ini bukan sekadar teknik bangunan, tapi bentuk kearifan lokal yang patut dilestarikan.
“Proses merendam kolam baru dengan cacahan pohon pisang bukan sekadar teknik, tapi bentuk kearifan lokal yang patut dihargai. Di balik batang pisang yang mengapung, ada filosofi sabar, bersih, dan menyatu dengan alam. Kita tidak bisa memaksakan beton langsung bersahabat dengan air—ia perlu waktu, perlu peluruhan, dan perlu sentuhan alami, ” ujar Ruslan.
Ia menambahkan bahwa batang pisang memiliki kemampuan menyerap residu kimia dan mempercepat peluruhan zat aditif yang masih aktif di permukaan beton. Selain itu, getahnya membantu mengurangi bau dan membuat air terasa lebih segar.
“Saya melihat ini sebagai praktik ekologis yang sederhana tapi efektif. Bau semen bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga bisa berdampak pada kesehatan air dan makhluk hidup di dalamnya. Maka, penggunaan batang pisang sebagai media perendaman adalah solusi yang murah, ramah lingkungan, dan sudah terbukti secara turun-temurun, ” tambahnya.
Tips tambahan dari warga:
Gunakan batang pisang yang masih segar atau mulai layu.
Untuk kolam besar, tambahkan lebih banyak cacahan.
Setelah proses selesai, buang batang pisang dan ganti air sebelum digunakan.
Dengan cara ini, kolam baru bisa digunakan dengan lebih aman dan nyaman, tanpa bau menyengat atau risiko iritasi. Tradisi sederhana ini membuktikan bahwa solusi terbaik kadang datang dari alam dan kebiasaan lama yang tak lekang oleh waktu.