Dapur Birokrasi dan Bendahara Barru Dipegang Satu Tangan, Kualitas Pelayanan Publik Dikhawatirkan Menurun

2 hours ago 1

BARRU - Rangkap jabatan kembali menjadi sorotan tajam dalam birokrasi daerah. Kali ini, perhatian publik tertuju pada Abu Bakar yang menjabat sebagai Pejabat (Pj.) Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus Pejabat Definitif di Badan Keuangan dan Arsip Daerah (BKAD). 

Situasi ini dinilai berpotensi menjadi masalah terbesar, bahkan mengancam kelancaran roda pemerintahan dan pelayanan publik di daerah.

Pj. Sekda adalah jabatan sentral, dikenal sebagai "dapur" pemerintahan daerah, yang bertanggung jawab mengoordinasikan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD), menyusun kebijakan strategis, dan memastikan seluruh program berjalan sesuai visi kepala daerah. Ini adalah posisi yang menuntut fokus, energi, dan waktu penuh.

Di sisi lain, BKAD (Badan Keuangan dan Arsip Daerah) adalah badan yang dikenal sangat sibuk. BKAD memegang peranan vital dalam pengelolaan keuangan daerah, mulai dari perencanaan anggaran, penatausahaan, pelaporan, hingga pertanggungjawaban. 

Mengingat BKAD adalah bendahara daerah, ketelitian dan konsentrasi pimpinan sangat krusial untuk menghindari kekeliruan administrasi keuangan yang berujung pada temuan dan bahkan potensi masalah hukum.

Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI) Kabupaten Barru, Andi Agus mengatakan, ketika kedua jabatan strategis dan sama-sama super sibuk ini diemban oleh satu orang yakni Pak Abu Bakar dikhawatirkan terjadi penurunan kualitas kinerja di kedua pos.

Menurutnya, dampak krusial yang harus diwaspadai dari rangkap jabatan ini, pertama, potensi konflik kepentingan (Conflict of Interest), Sekda adalah Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), yang bertugas merencanakan dan mengendalikan anggaran. 

Sementara itu, Kepala BKAD adalah pelaksana teknis dan penatausahaan keuangan. Dengan merangkap, Pak Abu Bakar otomatis menjadi pihak yang merencanakan sekaligus yang melaksanakan dan bertanggung jawab atas penatausahaan keuangan itu sendiri.

"Kondisi ini menciptakan celah bagi konflik kepentingan yang dapat merusak prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), mengurangi transparansi, dan melemahkan sistem check and balance", ungkap Andi Agus, pada Sabtu (27/9/2025).

Kemudian kedua lanjut Andi Agus, ketidakfokusan dan menurunnya kualitas pelayanan. Beban kerja yang berlipat ganda, terutama di dua pos yang sangat vital, hampir mustahil dapat dijalankan secara optimal.

Tugas Sekda yang meliputi koordinasi lintas OPD dan penyelesaian masalah administrasi yang kompleks terancam terabaikan.

Selain itu, tugas Kepala BKAD yang menuntut ketelitian dalam urusan keuangan dan arsip yang notabene rawan kesalahan jika dilakukan terburu-buru berisiko mengalami kemunduran. 

Akibatnya, pengambilan keputusan penting bisa tertunda atau kurang matang, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat melalui pelayanan publik yang terhambat.

"Pengangkatan pejabat Plt/Pj untuk waktu yang terlalu lama tanpa upaya pengisian definitif yang serius dapat menghambat proses regenerasi dan karir pejabat lain. Praktik rangkap jabatan yang berkepanjangan mengirimkan sinyal bahwa hanya satu atau sekelompok kecil orang yang dianggap mampu, mematikan motivasi dan inisiatif pejabat eselon di bawahnya", tegas Andi Agus.

Demi memastikan stabilitas dan optimalisasi kinerja pemerintahan menurut Andi Agus, Pemerintah Daerah dituntut untuk segera mengambil langkah tegas. Pj. Sekda adalah posisi yang harus diisi oleh sosok yang fokus 100% pada tugas koordinasi strategis birokrasi.

Jika kondisi ini terus dipertahankan, kekhawatiran publik akan potensi kelumpuhan administratif, penurunan mutu pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang akan semakin menguat.

"Fokus harus dikembalikan, dan rangkap jabatan Pak Abu Bakar harus segera diakhiri dengan penunjukan Pj. Sekda yang tidak merangkap jabatan definitif di badan keuangan yang sangat krusial", ujar Andi Agus.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |