JAKARTA - Kemacetan yang kerap melumpuhkan Jalan TB Simatupang, Jakarta, ternyata bukan semata-mata akibat proyek galian infrastruktur. Akar masalahnya lebih dalam: lonjakan volume kendaraan pribadi yang tak seimbang dengan kapasitas jalan yang ada.
Menyoroti kondisi ini, para pakar transportasi sepakat bahwa solusi paling efektif terletak pada peningkatan drastis ketersediaan dan kualitas transportasi umum di koridor vital tersebut.
Ki Darmaningtyas, seorang pengamat transportasi terkemuka sekaligus Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur, seperti jaringan pipa dan kelistrikan, memang menjadi tantangan di berbagai wilayah Jakarta. Ia tak menampik bahwa proyek-proyek strategis nasional ini menyita ruang jalan, bahkan di area lain seperti pembangunan LRT Velodrome-Manggarai yang dampaknya dirasakan lebih parah.
"Tapi, kalau di TB Simatupang, saya rasa masalahnya karena terlalu banyak kendaraan pribadi di satu sisi. Di sisi lain, armada angkutan umumnya itu tidak memadai atau tidak seimbang, " kata Darmaningtyas saat dihubungi Kompas.com.
Menurut Darmaningtyas, opsi transportasi umum yang saat ini tersedia di sepanjang TB Simatupang, yakni Transjakarta, masih memiliki keterbatasan armada. Meskipun ada MRT di Lebak Bulus, konektivitasnya lebih berfokus pada pergerakan utara-selatan, sementara isu utama kemacetan di TB Simatupang adalah pergerakan timur-barat.
"Justru yang harus dipecahkan adalah timur-barat itu. Nah, itu tidak ada cara lain kecuali memperbanyak armada Transjakarta, " tegasnya.
Ia menambahkan, untuk benar-benar mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi, pemerintah perlu memastikan jumlah armada transportasi umum mencukupi, kualitas layanannya prima, dan jangkauan rutenya semakin luas. Hal ini penting agar masyarakat merasa nyaman dan percaya diri menggunakan angkutan publik sebagai moda transportasi utama. (Transportasi)
