JAKARTA - Sungguh ironis, di tengah statusnya sebagai buronan Interpol, Adrian Gunadi, mantan Chief Executive Officer (CEO) PT Investree Radhika Jaya, rupanya masih aktif menggalang dana masyarakat. Pelakuannya ini terdeteksi terjadi di Doha, Qatar, sebuah fakta yang cukup mengejutkan.
Informasi ini dibeberkan oleh Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri, Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko. Beliau mengonfirmasi bahwa sebelum akhirnya dibawa pulang ke Tanah Air, Adrian masih terlihat menjalankan bisnis yang serupa dengan yang ia lakukan di Indonesia.
"Yang jelas yang bersangkutan di sana membuka usaha serupa penghimpunan dana masyarakat melalui JTA Investment, " ungkap Brigjen Untung Widyatmoko usai Konferensi Pers di Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan, Jumat (26/9/2025). Pernyataan ini sungguh menggarisbawahi betapa lihainya Adrian dalam menjalankan aksinya.
Kasus ini selanjutnya akan diserahkan kepada Biro Koordinator Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) yang berada di bawah naungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Penyerahan ini menandai langkah selanjutnya dalam proses hukum yang menanti Adrian.
Sebelumnya, terungkap bahwa Adrian Gunadi tercatat secara resmi di situs web JTA Investree Doha. Di sana, ia memegang posisi CEO, mendampingi Amir Ali Salemizadeh yang menjabat sebagai Chairman. Keberadaannya di sana, memegang peran penting, semakin memperkuat dugaan adanya aktivitas ilegal yang terus berjalan.
Bahkan, Amir Ali Salemizadeh sendiri telah lama berkecimpung dalam dunia investasi, menjabat sebagai CEO JTA International Holdings sejak April 2010. Hal ini menunjukkan adanya jaringan yang kuat dan terstruktur dalam operasi mereka.
Informasi mengenai keterlibatan Adrian ini pertama kali dilaporkan oleh media lokal di Qatar, meskipun belum ada pengumuman resmi dari perusahaan terkait. Penunjukan Adrian sebagai CEO JTA Investree Doha dilaporkan terjadi pada tahun 2023, bertepatan dengan momen pendanaan Seri D Investree yang mencapai 231 juta dollar AS atau sekitar Rp 3, 77 triliun. Menariknya, pendanaan ini dipimpin oleh JTA International Holdings.
Kasus ini bermula ketika Investree menghadapi masalah gagal bayar yang signifikan pada awal tahun 2024. Tingkat kredit macet atau wanprestasi (TWP90) melonjak drastis hingga mencapai 16, 44 persen, jauh melampaui batas aman 5 persen yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menyikapi kondisi tersebut, OJK pun memberikan sanksi administratif dan segera melakukan investigasi mendalam terkait dugaan pelanggaran operasional serta perlindungan konsumen. Akibatnya, OJK akhirnya mencabut izin usaha PT Investree Radika Jaya. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tertanggal 21 Oktober 2024. (PERS)