Hendri Kampai: Korupsi Hampir 1000 Triliun, Erick Thohir dan Pejabat Pertamina Harus Dipecat?

1 month ago 22

BIDIK KASUS - Skandal korupsi yang mencapai hampir 1000 triliun rupiah di tubuh Pertamina dan beberapa BUMN lainnya mengguncang kepercayaan publik terhadap integritas pengelolaan keuangan negara. Angka yang begitu fantastis ini bukan sekadar nominal, melainkan bukti bahwa kebocoran dana telah berlangsung dalam skala besar dan sistematis. Di tengah derasnya arus kritik, muncul pertanyaan besar: Apakah Menteri BUMN Erick Thohir dan seluruh pejabat Pertamina harus dipecat?

Di satu sisi, sebagai pemimpin tertinggi di Kementerian BUMN, Erick Thohir bertanggung jawab atas pengawasan dan kebijakan yang diterapkan di perusahaan-perusahaan negara. Korupsi dalam jumlah yang begitu besar mengindikasikan bahwa sistem pengawasan tidak berjalan dengan baik, atau bahkan bisa jadi ada pembiaran terhadap praktik ilegal ini. Jika benar Erick Thohir memiliki keterlibatan langsung, maka pemecatan bukan hanya solusi yang pantas, tetapi juga harus diikuti dengan penyelidikan hukum yang adil dan transparan. Namun, jika ia tidak terlibat secara langsung, yang lebih penting adalah evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan pengelolaan BUMN, bukan sekadar mengganti figur pemimpinnya.

Pejabat Pertamina yang secara langsung mengelola perusahaan juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab. Mereka adalah pihak yang berada di dalam sistem, mengendalikan operasional perusahaan, dan semestinya menjadi benteng pertama dalam mencegah korupsi. Jika mereka terbukti mengetahui adanya penyimpangan namun tidak mengambil tindakan, atau lebih buruk lagi, turut terlibat dalam skandal ini, maka pemecatan merupakan langkah logis yang harus diambil. Namun, apakah pemecatan ini benar-benar dapat menyelesaikan permasalahan?

Pemecatan tanpa reformasi sistemik hanya akan menjadi tindakan simbolis. Pergantian pejabat tidak akan membawa perubahan jika sistem birokrasi yang korup tetap bertahan. Mereka yang dipecat mungkin akan digantikan oleh sosok lain yang menghadapi tantangan yang sama, bahkan bisa jadi mengulangi kesalahan yang serupa. Oleh karena itu, langkah yang lebih fundamental adalah memperbaiki sistem tata kelola BUMN, memperketat transparansi keuangan, serta memperkuat pengawasan internal dan eksternal.

Erick Thohir dikenal sebagai sosok yang membawa banyak gebrakan dalam dunia BUMN. Namun, fakta bahwa korupsi sebesar ini masih terjadi di bawah kepemimpinannya menimbulkan dua kemungkinan. Pertama, ia gagal mengendalikan sistem pengawasan, sehingga reformasi yang dijalankannya tidak efektif. Kedua, ia sebenarnya mengetahui adanya permasalahan ini, tetapi tidak cukup tegas dalam mengambil tindakan. Jika skenario kedua yang terjadi, maka pemecatan dan proses hukum adalah konsekuensi yang harus ia hadapi.

Namun, solusi utama dari permasalahan ini bukan hanya sekadar memecat individu-individu tertentu, melainkan membangun sistem yang lebih kuat agar korupsi dalam skala besar tidak terulang. Penyelesaian yang nyata memerlukan pengusutan hukum yang transparan, perombakan sistem pengawasan, serta penerapan kebijakan yang lebih ketat dalam pengelolaan keuangan negara. Tanpa perubahan fundamental ini, pemecatan hanya akan menjadi siklus pengulangan dari polemik yang tak berujung, di mana aktor-aktor berubah, tetapi panggung tetap sama.

Kini, publik menunggu tindakan nyata dari pemerintah dan lembaga hukum dalam menuntaskan kasus ini. Jika ingin mengakhiri budaya korupsi di BUMN, langkah pertama bukan hanya sekadar mengganti pejabat, tetapi membangun sistem yang menjamin transparansi dan akuntabilitas. Sebab, tanpa perubahan yang mendasar, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terulang lagi di masa depan.

Jakarta, 16 Maret2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

Read Entire Article
Karya | Politics | | |