Insentif Mobil Listrik Impor Berakhir, Komitmen Produksi Lokal Jadi Kunci

2 hours ago 1

JAKARTA - Mulai tahun depan, insentif yang selama ini dinikmati oleh mobil listrik impor utuh atau Completely Build Up (CBU) tidak akan lagi dilanjutkan. Keputusan ini tentu memunculkan pertanyaan besar: apa dampaknya bagi industri otomotif dan konsumen?

Inti dari kebijakan baru ini adalah penekanan pada komitmen produksi di dalam negeri. Para penerima insentif sebelumnya, wajib memenuhi janji mereka untuk membangun fasilitas produksi di tanah air. Ini bukan sekadar wacana, melainkan sebuah keharusan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Investasi No. 6 Tahun 2023 yang telah diperbarui dengan Peraturan No. 1 Tahun 2024.

Aturan ini secara jelas menguraikan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen mobil listrik yang sebelumnya mendapatkan keuntungan dari insentif EV CBU. Sebelum menikmati fasilitas tersebut, pabrikan diwajibkan menyertakan surat komitmen yang kuat, salah satunya adalah janji untuk memproduksi mobil listrik secara lokal.

Batas waktu yang diberikan pun cukup jelas: produksi mobil listrik di dalam negeri harus dimulai paling lambat pada 1 Januari 2026. Periode transisi hingga 31 Desember 2027 menjadi masa krusial, di mana pabrikan dituntut untuk memproduksi mobil listrik dengan jumlah dan spesifikasi teknis yang setidaknya setara dengan unit yang mereka impor sebelumnya.

Lebih dari sekadar jumlah, kualitas produksi lokal juga menjadi perhatian serius. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang ditetapkan pemerintah menjadi tolok ukur penting. Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023, yang mengamanatkan TKDN mobil listrik produksi lokal mencapai 40 persen pada periode 2022-2026, kemudian meningkat menjadi 60 persen pada 2027-2029, dan puncaknya 80 persen mulai tahun 2030.

Lalu, bagaimana jika komitmen produksi lokal ini tidak terpenuhi? Pemerintah telah menyiapkan mekanisme sanksi yang tegas. Jika produsen gagal memenuhi janji produksi dalam negeri, baik dari sisi jumlah, spesifikasi, maupun TKDN, mereka harus siap menghadapi konsekuensi finansial. Sesuai Pasal 10 ayat (7) Permenves No. 6 Tahun 2023 jo No. 1 Tahun 2024, Menteri berhak menerbitkan surat pengenaan sanksi untuk mewajibkan pembayaran denda senilai insentif yang telah dimanfaatkan atas komitmen yang tidak terealisasi.

Dalam praktiknya, pemerintah dapat memanfaatkan bank garansi yang telah diserahkan sebagai jaminan. Jika target produksi tidak tercapai, bank garansi ini akan dicairkan atau hangus untuk mengganti kerugian negara atas insentif yang telah diberikan. Ini menjadi semacam 'uang ganti rugi' yang memastikan tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan komitmen.

Tunggul, seorang narasumber yang terlibat dalam proses ini, menjelaskan lebih lanjut mengenai implementasi sanksi tersebut. “2028 sudah mulai melakukan klaim dan pencairan bank garansi, jadi nanti sudah mulai dihitung, 1 banding 1 komitmen ini ada minusnya tidak, ” ujarnya.

Artinya, mulai tahun 2028, pemerintah akan secara aktif meninjau dan mengklaim bank garansi dari produsen yang tidak memenuhi kewajiban lokalisasi mereka. Ini adalah langkah tegas untuk memastikan pertumbuhan industri mobil listrik yang berkelanjutan dan berbasis kekuatan domestik. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |