Kehadiran TNI di Papua: Benteng Konstitusi Menjaga Kedaulatan, Bukan Menindas Rakyat

2 hours ago 3

PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, ketegangan di wilayah pegunungan tengah Papua kembali meningkat. Kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali melontarkan pernyataan provokatif yang mengancam stabilitas keamanan. Mereka secara terbuka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya serta sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Tak hanya itu, kelompok tersebut juga melancarkan ancaman serangan terhadap aparat TNI-Polri dan bahkan mengultimatum masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut.

Pernyataan ini sontak menuai keprihatinan banyak pihak. Pasalnya, klaim dan ancaman tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan hukum nasional dan prinsip kemanusiaan internasional. Kehadiran TNI di Papua sejatinya merupakan langkah konstitusional dan legal, yang sepenuhnya diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai regulasi turunannya.

Menurut Pasal 30 UUD 1945, TNI adalah alat negara yang memiliki tanggung jawab menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa dari segala ancaman, baik dari luar maupun dalam negeri. Kehadiran TNI di Papua bukanlah bentuk penjajahan terhadap rakyatnya sendiri, melainkan perwujudan nyata kehadiran negara untuk melindungi seluruh warganya, tanpa terkecuali.

Landasan hukum tersebut diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, yang menegaskan tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengamankan wilayah perbatasan serta mengatasi gerakan separatis bersenjata. Sementara Pasal 9 memberikan kewenangan bagi TNI untuk membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan guna menjalankan tugasnya secara efektif.

Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI menempatkan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan dalam menghadapi ancaman strategis di wilayah-wilayah rawan. Karena itu, pembangunan pos militer di daerah rawan konflik seperti Puncak Jaya adalah langkah sah, strategis, dan konstitusional, bukan provokasi, melainkan bentuk perlindungan negara terhadap rakyat dan pembangunan nasional.

Pendekatan Humanis dan Pembangunan Berkelanjutan

Kehadiran TNI di Papua tidak semata bersifat militeristik. Dalam menjalankan tugasnya, TNI mengedepankan pendekatan humanis, sosial, dan teritorial. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, yang menegaskan bahwa peran TNI tidak hanya dalam keamanan, tetapi juga dalam mendukung pembangunan kesejahteraan masyarakat.

TNI secara aktif mendukung pemerintah daerah dalam berbagai program sosial, antara lain:

* memberikan pengamanan bagi masyarakat dan tenaga pembangunan;

* membantu penyediaan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan;

* serta membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan masyarakat adat dan tokoh lokal.

Berbagai kegiatan Bakti Sosial, pelayanan kesehatan keliling, pembangunan rumah ibadah, hingga program pendidikan anak pedalaman menjadi wujud nyata dari komitmen TNI dalam menyejahterakan rakyat Papua. TNI hadir bukan untuk menindas, melainkan untuk mengayomi dan melindungi mereka dari ancaman kekerasan kelompok bersenjata.

Ancaman Separatis dan Pelanggaran Hukum Internasional

Ancaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat sipil, terutama warga non-Papua, telah memicu ketakutan luas. Aksi-aksi mereka, seperti penyerangan terhadap guru, tenaga medis, pekerja infrastruktur, dan pembakaran fasilitas publik, bukan hanya tindakan kriminal, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Lebih jauh, aksi-aksi brutal tersebut juga melanggar Hukum Humaniter Internasional, terutama prinsip:

* Distinction, yakni kewajiban membedakan antara kombatan dan warga sipil;

* Proportionality, larangan menimbulkan kerugian berlebihan pada penduduk sipil; dan

* Precaution, keharusan menghindari serangan membabi buta.

Dengan demikian, tindakan TPNPB-OPM bukan hanya mengancam kedaulatan negara, tetapi juga merampas hak asasi masyarakat Papua sendiri untuk hidup aman dan damai.

TNI: Pilar Keamanan dan Kemanusiaan

Negara melalui TNI hadir di Papua bukan untuk menciptakan konflik, melainkan untuk menjamin hak dasar seluruh warga negara: rasa aman, perlindungan, dan keadilan. Setiap langkah TNI berlandaskan prinsip:

* Legalitas: sesuai konstitusi dan hukum nasional;

* Akuntabilitas: diawasi secara internal dan eksternal;

* Profesionalitas: berpegang pada hukum dan kode etik militer, serta menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

Di tengah berbagai ancaman, TNI tetap berkomitmen bertindak proporsional, terukur, dan menghormati hukum humaniter internasional. Setiap operasi selalu mengedepankan perlindungan masyarakat sipil dan upaya damai tanpa mengorbankan kedaulatan negara.

Kesimpulan: Papua Aman, Indonesia Kuat

Kehadiran TNI di Papua adalah simbol kehadiran negara, bukan penjajahan. Negara wajib hadir di setiap jengkal wilayahnya untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dari ancaman, baik ideologi separatis maupun teror bersenjata. Propaganda yang menyebut TNI sebagai penindas adalah narasi menyesatkan yang menutupi fakta bahwa TNI hadir untuk melindungi, bukan menakuti.

Di tengah gempuran disinformasi, publik perlu memahami bahwa Papua adalah bagian sah dari NKRI, dan keamanan wilayah tersebut adalah tanggung jawab konstitusional TNI. Dengan pendekatan yang humanis, profesional, dan konstitusional, TNI terus bekerja memastikan Papua damai, aman, dan sejahtera demi masa depan Indonesia yang utuh dan berdaulat.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Priharton

Read Entire Article
Karya | Politics | | |