KPID Jatim Terima 288 Aduan Tayangan Dinilai Merusak Citra Pesantren

4 days ago 9

SURABAYA – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur mencatat lonjakan tajam jumlah aduan dari masyarakat, mencapai 288 laporan, yang menyoroti konten siaran salah satu stasiun televisi nasional, Trans7. Aduan tersebut sebagian besar berfokus pada tayangan yang dinilai sarat muatan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), ujaran kebencian, serta penyebaran disinformasi mengenai institusi pesantren.

“Masyarakat kini memiliki tingkat kepekaan yang jauh lebih tinggi terhadap apa yang mereka saksikan di layar kaca. Banyak yang merasa tayangan tersebut menampilkan gambaran keliru tentang pesantren, berpotensi menciptakan stigma negatif, bahkan secara terang-terangan mengandung unsur intoleransi, ” ungkap Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran (PIS) KPID Jatim, Aan Haryono, di Surabaya pada Rabu (15/10/2025) .

Aan Haryono menambahkan bahwa membludaknya aduan ini merupakan bukti nyata meningkatnya kepedulian publik terhadap kualitas isi siaran televisi, terutama yang berpotensi mengganggu keharmonisan sosial di tengah masyarakat yang majemuk.

Dari total 288 aduan yang diterima, sebanyak 271 laporan disampaikan secara digital melalui sistem pengaduan daring dan hotline KPID Jatim. Sementara itu, 17 laporan lainnya diserahkan langsung ke kantor KPID Jatim.

Seluruh laporan yang masuk telah diproses lebih lanjut melalui mekanisme pemantauan isi siaran dan analisis pelanggaran yang mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Hasil dari seluruh proses pelaporan ini kemudian diteruskan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk penanganan lebih lanjut.

“Kami berkewajiban memastikan setiap program yang ditayangkan benar-benar menghormati nilai-nilai keberagaman yang ada dan tidak menyulut kebencian terhadap kelompok sosial atau keagamaan tertentu, ” tegas Aan.

Ia juga menggarisbawahi bahwa tayangan yang mengangkat tema sosial-keagamaan, apabila tidak didukung oleh riset yang mendalam, kerap kali berujung pada disinformasi dan rekayasa narasi yang menyesatkan.

“Dalam beberapa segmen yang kami amati, terlihat adanya *framing* yang sengaja diarahkan untuk membentuk opini publik bahwa pesantren adalah sebuah ruang yang tertutup dan cenderung ekstrem. Ini jelas merupakan bentuk distorsi informasi yang sangat bertentangan dengan prinsip jurnalistik yang benar dan regulasi penyiaran yang berlaku, ” jelasnya.

Aan Haryono menegaskan kembali bahwa setiap konten yang menyangkut simbol agama dan komunitas tertentu seyogianya disusun dengan tingkat kehati-hatian editorial yang tinggi, serta melalui proses verifikasi lapangan yang ketat untuk memastikan keakuratannya.

Sementara itu, Ketua KPID Jatim, Royin Fauziana, menegaskan komitmen lembaganya untuk terus menjaga ruang siar publik di Jawa Timur agar tetap sehat, beradab, dan mampu memberikan pencerahan bagi masyarakat.

“Televisi masih menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar warga kita. Oleh karena itu, tanggung jawab etika penyiaran tidak hanya sebatas kepatuhan terhadap hukum, namun lebih kepada bagaimana kita menjaga amanah kepercayaan publik, ” ujarnya.

KPID Jatim telah menyerahkan laporan hasil klarifikasi dan rekomendasi pengawasan kepada KPI Pusat. Selain itu, KPID Jatim juga membuka jalur dialog dengan lembaga penyiaran nasional terkait agar insiden serupa tidak terulang di masa mendatang. (PERS

Read Entire Article
Karya | Politics | | |