JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mendalami bukti-bukti percakapan yang mengarah pada adanya persekongkolan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) periode 2018-2020. Temuan ini sangat krusial karena mengindikasikan adanya rencana jahat yang telah disusun jauh sebelum proses pengadaan lahan itu sendiri bergulir.
"Penyidik mendalami percakapan-percakapan melalui aplikasi perpesanan instan WhatsApp yang diduga mengindikasikan adanya persekongkolan para tersangka sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum pengadaan lahan dilakukan, " ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Jumat (12/09/2025).
Pendalaman ini dilakukan KPK saat memeriksa mantan Direktur Utama PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ), Slamet Budi Hartadji, sebagai saksi dalam kasus tersebut pada Kamis (11/9).
Sebelumnya, pada 13 Maret 2024, KPK telah mengumumkan dimulainya penyidikan kasus ini. Dalam prosesnya, tiga individu telah ditetapkan sebagai tersangka: Bintang Perbowo (BP), mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (HK) (Persero); M. Rizal Sutjipto (RS), mantan Kepala Divisi di PT HK; dan Iskandar Zulkarnaen (IZ), Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ). Selain itu, PT STJ juga ditetapkan sebagai tersangka korporasi.
Sayangnya, penyidikan terhadap Iskandar Zulkarnaen harus dihentikan lantaran beliau telah meninggal dunia pada 8 Agustus 2024. Sementara itu, Bintang Perbowo dan M. Rizal Sutjipto telah ditahan oleh KPK pada 6 Agustus 2025.
Dalam pengumuman yang sama pada tanggal tersebut, KPK juga merilis angka kerugian keuangan negara yang fantastis dalam kasus ini, yang mencapai Rp205, 14 miliar berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Rinciannya meliputi pembayaran sebesar Rp133, 73 miliar dari HK kepada PT STJ untuk lahan di Bakauheni, dan Rp71, 41 miliar untuk pembelian lahan di Kalianda, kedua wilayah ini terletak di Provinsi Lampung. (PERS)