BARRU- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barru kembali menjadi sorotan publik. Dugaan muncul bahwa sejumlah kontrak kerja sama publikasi dengan media untuk tahun anggaran 2025 dilakukan tanpa melalui mekanisme e-Katalog versi 6, sistem yang kini diwajibkan dalam setiap pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Langkah ini dinilai melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Sejak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menerapkan e-Katalog versi terbaru, seluruh instansi pemerintah daerah wajib menyesuaikan proses pengadaan secara elektronik agar dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan.
“Jika kerja sama publikasi dilakukan di luar mekanisme e-Katalog, maka itu membuka ruang penyimpangan. Dana publik harus dikelola secara transparan dan sesuai sistem pengadaan resmi, ” tegas Abdul Razak Arsyad, S.H., M.H., mantan Ketua PWI Parepare–Barru, kepada Media, Rabu (30/10/2025).
Pertanyaan Publik: Ada Dasar Hukum atau Pelanggaran Regulasi?
Dugaan adanya kontrak kerja sama di luar sistem e-Katalog menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Pemkab Barru memiliki dasar hukum yang sah, atau justru mengabaikan regulasi yang telah ditetapkan pemerintah pusat?
Publik kini mendesak agar pemerintah daerah membuka seluruh dokumen pengadaan, mulai dari RKA-SKPD, surat perintah kerja (SPK), hingga bukti pembayaran. Langkah ini dinilai penting untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021.
Menurut regulasi, setiap kerja sama media yang menggunakan dana APBD wajib memiliki bukti legalitas perusahaan pers, NPWP, serta harga atau tarif resmi yang tercantum dalam e-Katalog. Bila tidak memenuhi unsur tersebut, maka proses pembayaran dapat dikategorikan tidak sah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Potensi Pemeriksaan dan Sanksi
Bila dugaan ini benar, pihak Inspektorat Daerah, BPKP, hingga BPK memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Sanksi yang dapat dijatuhkan pun beragam — mulai dari teguran administratif, pengembalian kerugian negara, hingga proses hukum jika ditemukan unsur korupsi atau kolusi.
“Kalau memang kontraknya tidak melalui e-Katalog, seharusnya Pemkab menjelaskan alasannya secara terbuka. Jika tidak, hal itu bisa dianggap sebagai bentuk pengadaan fiktif atau tidak sah, ” lanjut Abdul Razak.
Transparansi Adalah Kunci Kepercayaan Publik
Hingga berita ini diterbitkan, Pemkab Barru belum memberikan tanggapan resmi. Redaksi SUARA AJATAPPARENG masih berupaya mengonfirmasi pihak Dinas Kominfo Barru serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menangani kerja sama publikasi tahun anggaran 2025.
Publik berharap, Pemkab Barru tidak menutup-nutupi informasi mengenai penggunaan dana publikasi agar kepercayaan masyarakat terhadap transparansi pemerintah daerah tetap terjaga.
“Kami para jurnalis akan terus mengawal pelaksanaan kerja sama ini. Namun bila pemerintah daerah tetap mengabaikan regulasi yang berlaku, kami tidak segan melaporkan hal ini kepada aparat penegak hukum, bahkan kepada Presiden Republik Indonesia, demi tegaknya prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel, ” tutup Abdul Razak.
(**/red-jni)
















































