JAKARTA - Pernyataan provokatif kembali dilontarkan oleh kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka menolak pembangunan pos-pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan delapan titik lain yang disebut sebagai "zona perang", bahkan mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri serta memaksa warga non-Papua keluar dari wilayah tersebut. Senin 23 Juni 2025.
Ancaman ini jelas tidak hanya menyesatkan, tetapi juga menyalahi hukum nasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua merupakan langkah yang legal, konstitusional, dan sah berdasarkan hukum yang berlaku, dengan tujuan utama melindungi rakyat, menjaga keutuhan wilayah NKRI, dan mendukung pembangunan di daerah rawan konflik.
Dasar Konstitusional TNI di Papua
Tugas TNI di Papua bukan keputusan sepihak, melainkan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan:
* UUD 1945 Pasal 30: TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
* UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 7 dan 9: TNI diberi mandat untuk mengamankan perbatasan dan menanggulangi gerakan separatis bersenjata.
* Perpres No. 66 Tahun 2019: Menguatkan peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menangani konflik bersenjata dan ancaman strategis di wilayah tertentu.
Dengan demikian, pembangunan pos militer bukan bentuk provokasi, melainkan strategi keamanan untuk menjaga keselamatan masyarakat sipil, mendukung kelancaran pembangunan nasional, dan mencegah meluasnya kekerasan dari kelompok separatis.
Pendekatan TNI: Humanis, Bukan Reaktif
TNI di Papua bukan hadir dengan pendekatan kekerasan. Sesuai amanat Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI turut mendukung tugas-tugas sipil dan sosial:
* Memberikan pengamanan pada program pemerintah daerah.
* Mendukung pelayanan pendidikan dan kesehatan di wilayah terpencil.
* Membina hubungan sosial melalui komunikasi yang inklusif dan membangun kepercayaan masyarakat.
TNI tetap menjalankan tugasnya secara proporsional, profesional, dan tunduk pada prinsip Hak Asasi Manusia serta Hukum Humaniter Internasional.
OPM: Dari Separatis Jadi Teroris
Aksi TPNPB-OPM yang menyerang guru, tenaga medis, pekerja proyek infrastruktur, hingga menggunakan masyarakat sebagai tameng hidup, bukan lagi bagian dari perjuangan politik, melainkan tindakan terorisme.
Menurut UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penggunaan kekerasan yang menimbulkan ketakutan luas terhadap masyarakat sipil sudah memenuhi unsur tindak pidana teror. OPM juga telah melanggar prinsip Hukum Humaniter Internasional, seperti:
* Distinction (membedakan sipil dan kombatan),
* Proportionality (menghindari korban sipil berlebihan), dan
* Precaution (melakukan serangan secara terencana, bukan membabi buta).
Kesimpulan: TNI Adalah Wajah Negara, Bukan Musuh Rakyat
Kehadiran TNI di Papua adalah wujud hadirnya negara di wilayah yang selama ini rentan terhadap kekerasan dan keterisolasian. Negara hadir bukan untuk menciptakan konflik, melainkan untuk menjamin:
* Hak dasar masyarakat atas rasa aman.
* Keadilan dalam pembangunan.
* Perlindungan dari teror bersenjata.
TNI akan terus menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi prinsip legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas. Kekerasan dan propaganda separatisme tidak boleh diberi ruang di negara hukum ini. Papua bagian dari Indonesia, dan semua warga Papua berhak hidup damai di tanahnya sendiri.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Lieutenant Colonel Inf Iwan Dwi Prihartono