Nepal Bergejolak: Parlemen Dibubarkan, Pemilu 2026, PM Sementara Ditunjuk

2 days ago 7

KATHMANDU - Nepal kini berada di persimpangan jalan yang krusial. Setelah gelombang protes anti-pemerintah yang memanas hingga berujung pada kerusuhan, parlemen Nepal secara resmi dibubarkan. Keputusan ini diambil atas rekomendasi perdana menteri, membuka jalan bagi penyelenggaraan pemilihan umum pada Maret 2026 mendatang.

"Atas rekomendasi perdana menteri, parlemen telah dibubarkan. Tanggal pemilu adalah 5 Maret 2026, " demikian disampaikan penasihat pers presiden, Kiran Pokharel, seperti dilansir kantor berita AFP pada Sabtu (13/9/2025).

Di tengah ketidakstabilan politik ini, sosok Mantan ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki, telah resmi dilantik sebagai Perdana Menteri sementara. Pengambilan sumpahnya menandai dimulainya babak baru bagi Nepal pasca-kekacauan yang terjadi.

Menariknya, Sushila Karki sebelumnya didukung penuh oleh generasi muda Nepal, atau yang akrab disapa "Gen Z", sebagai pilihan utama untuk memimpin negara sementara. Dukungan ini terungkap setelah aksi demonstrasi yang digalang "Gen Z" berhasil menggulingkan Perdana Menteri sebelumnya, KP Sharma Oli.

Presiden Ram Chandra Paudel turut menyampaikan dukungannya kepada Karki pasca upacara pengambilan sumpah. "Selamat! Semoga Anda sukses, semoga negara ini sukses, " ujarnya, seperti dilansir AFP pada Jumat (12/9).

Tragisnya, gelombang unjuk rasa yang diwarnai kekerasan dan kerusuhan ini telah merenggut 51 nyawa. Situasi semakin diperparah dengan kaburnya puluhan ribu narapidana dari berbagai penjara, memanfaatkan kekacauan yang melanda negara tersebut. Hingga kini, para narapidana yang melarikan diri tersebut masih buron.

Pengumuman terbaru dari Kepolisian Nepal pada Jumat (12/9/2025) mengkonfirmasi peningkatan jumlah korban tewas. Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, menambahkan bahwa lebih dari 12.500 narapidana masih menjadi buronan setelah berhasil kabur dari penjara.

Awal mula unjuk rasa berdarah ini dipicu oleh protes terhadap pemblokiran akses media sosial, yang kemudian dipimpin oleh generasi muda. Meskipun pemblokiran telah dicabut pada Senin (8/9) malam, aksi demonstrasi tidak mereda, bahkan justru semakin memanas.

Pada Selasa (9/9), demonstrasi berubah menjadi kericuhan yang lebih luas, meluas menjadi kritik tajam terhadap pemerintah Nepal dan tudingan korupsi yang ditujukan kepada kalangan elite politik.

Situasi memburuk ketika personel Kepolisian Nepal dilaporkan melepaskan tembakan ke arah demonstran, menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Amnesty International dalam pernyataannya menyebutkan bahwa peluru tajam digunakan terhadap para pengunjuk rasa.

Dalam kemarahan atas kematian rekan-rekan mereka, para demonstran tak surut. Aksi pembakaran terhadap rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen pun terjadi.

Menghadapi eskalasi kekerasan, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, langkah ini ternyata belum cukup untuk meredam amarah publik.

Militer Nepal pun dikerahkan untuk memulihkan ketertiban. Jam malam diberlakukan secara nasional, dengan tentara berpatroli di jalanan ibu kota Kathmandu sejak Rabu (10/9). Pos pemeriksaan militer didirikan di berbagai titik strategis.

Personel militer melakukan pemeriksaan ketat terhadap setiap kendaraan yang melintasi pos pemeriksaan, sementara warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah. Militer Nepal juga mengeluarkan peringatan keras bahwa tindakan kekerasan dan vandalisme akan dihukum.

Dilaporkan, sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait rentetan kekerasan dan penjarahan saat demo ricuh berlangsung. Sebanyak 31 senjata api juga berhasil disita.

Di tengah kekacauan, banyak demonstran mengkhawatirkan aksi mereka telah ditunggangi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, sebuah klaim yang juga dilontarkan oleh pihak militer Nepal. (PERS)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |