JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara proaktif mengawasi pengelolaan dana pemerintah senilai Rp200 triliun yang kini ditempatkan di lima bank umum. Langkah ini diambil demi memastikan efektivitas penyaluran kredit yang lebih tinggi, sembari tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
"OJK juga meminta perbankan untuk tetap menerapkan manajemen risiko yang terukur dalam penyaluran kredit agar kualitas kredit perbankan tetap terjaga, dan dana masyarakat/pemerintah tetap terjaga dengan aman, ” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Jumat (12/09/2025).
Dian Ediana Rae menambahkan bahwa OJK sangat menghargai upaya pemerintah dalam mengoptimalkan pengelolaan aset negara untuk memperkuat sektor perbankan dan memacu perekonomian nasional. Ia berharap penempatan dana ini dapat menekan biaya dana (cost of fund/CoF) perbankan, yang pada gilirannya akan berujung pada penurunan suku bunga kredit. Penurunan suku bunga ini diharapkan menjadi stimulus ampuh bagi pertumbuhan kredit dan pencapaian target ekonomi pemerintah.
Namun, Dian menekankan bahwa pertumbuhan kredit tidak semata-mata bergantung pada ketersediaan likuiditas. Faktor eksternal seperti kuatnya permintaan pembiayaan dari dunia usaha, prospek ekonomi nasional, stabilitas keamanan dan politik, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, juga memegang peranan krusial.
Kondisi likuiditas perbankan saat ini dilaporkan sangat baik. Hal ini tercermin dari rasio Alat Likuid/Non-Cash Deposit (AL/NCD) sebesar 119, 43 persen dan rasio Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27, 09 persen pada Juli 2025. Angka-angka ini jauh melampaui ambang batas minimal yang ditetapkan, yaitu 50 persen untuk AL/NCD dan 10 persen untuk AL/DPK.
"Dengan demikian, penguatan di seluruh aspek tersebut menjadi kunci untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit yang tinggi dan berkelanjutan, ” tegas Dian.
Perekonomian Indonesia, menurut Dian, menunjukkan ketahanan yang solid meski dihadapkan pada dinamika global dan domestik. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 mencapai 5, 12 persen secara year-on-year (yoy), melampaui proyeksi sebesar 4, 8 persen. Kinerja sektor manufaktur pun kembali menunjukkan geliat ekspansif dengan Purchasing Managers' Index (PMI) di angka 51, 5 pada Agustus 2025, menandakan peningkatan aktivitas ekonomi yang berpotensi menopang pertumbuhan sepanjang tahun.
Optimisme konsumen juga terpantau terjaga, sebagaimana tercermin dari indeks keyakinan konsumen yang berada di level 117, 2 pada Agustus 2025. Sektor perbankan Indonesia tetap tangguh dengan kinerja yang stabil, meskipun pertumbuhan kredit sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Juli 2025, kredit tercatat tumbuh 7, 03 persen yoy, didorong terutama oleh kredit korporasi yang mengalami kenaikan 9, 59 persen yoy. Dari sisi sektor ekonomi, pertumbuhan kredit ditopang oleh sektor rumah tangga (8, 39 persen), industri pengolahan (5, 59 persen), serta pertambangan dan penggalian (18, 31 persen).
Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatat pertumbuhan sebesar 7, 00 persen yoy, sementara Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di angka 86, 54 persen. Rasio LDR yang masih di bawah 100 persen ini mengindikasikan bahwa ruang ekspansi kredit masih terbuka lebar bagi perbankan.
Lebih lanjut, pertumbuhan undisbursed loan sebesar 9, 52 persen yoy, lebih tinggi dari 6, 89 persen pada tahun sebelumnya, mengisyaratkan adanya potensi pencairan kredit di masa depan yang dapat dimanfaatkan oleh para debitur untuk mengembangkan usaha mereka.
Sebagai informasi tambahan, pada Jumat (12/9), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara resmi menetapkan penempatan dana pemerintah senilai total Rp200 triliun, yang sebelumnya berada di Bank Indonesia (BI), ke dalam lima bank umum. Kelima bank tersebut adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Dana pemerintah ini diharapkan dapat memperkuat likuiditas perbankan sekaligus menjadi katalisator bagi penyaluran kredit ke sektor riil. (Investment)