Peluk Merah Putih, Genggam Alkitab: Harmoni Iman dan Nasionalisme di Tapal Batas Papua

5 days ago 8

PAPUA - Di balik tirai kabut yang menyelimuti pegunungan Papua, di tempat yang jauh dari riuh kota, sebuah kisah keindonesiaan lahir dengan lembut. Bukan dari deru senjata, tetapi dari sapaan hangat dan pelukan damai antara prajurit TNI dan dua pendeta dari pedalaman. Rabu 16, April 2025.

Di Pos Pintu Jawa, Distrik Mage'abume, para prajurit Satgas Pamtas Mobile RI-PNG Yonif 700/Wira Yudha Cakti tengah menjalankan tugas menjaga perbatasan negara. Namun pada hari itu, tugas mereka berubah menjadi misi kemanusiaan yang menyentuh: menyerahkan bendera Merah Putih dan Alkitab kepada dua pemimpin rohani yang datang dengan harapan besar dan hati yang tulus.

Pendeta Etinus Walia dari Kampung Komabaga dan Pendeta Pang Talenggen dari Kampung Geligi bukan datang meminta bantuan logistik atau perlindungan, melainkan meminta Merah Putih untuk dikibarkan di halaman gereja mereka. Sebuah simbol nasionalisme yang muncul dari tengah keheningan doa, sebagai pernyataan bahwa mereka dan jemaatnya adalah bagian dari Indonesia seutuhnya.

Momen haru itu tak berhenti di situ. Para prajurit juga menyerahkan Alkitab, sebagai bentuk penghormatan terhadap keyakinan masyarakat. Dalam suasana yang sarat makna, Letda Inf Risal, Komandan Pos Pintu Jawa, menyerahkan kedua simbol itu dengan penuh penghargaan.

“Ini bukan hanya soal menjaga batas negara. Ini tentang menjaga hati rakyat, ” ungkap Letda Risal. “Ketika Merah Putih dan Alkitab dipeluk bersamaan, kami tahu Papua sedang menulis bab baru dalam persatuan bangsa.”

Pendeta Etinus berkata penuh keyakinan, “Kami ingin anak-anak kami melihat bendera itu dan tahu bahwa mereka adalah anak Indonesia. Kami ingin mereka tahu bahwa cinta pada Tuhan dan cinta pada tanah air bisa berjalan beriringan.”

Pendeta Pang Talenggen menambahkan, “Kami tidak hanya menerima bendera, kami menerima kasih. Alkitab dan Merah Putih kini berdiri berdampingan seperti iman dan bangsa yang tak terpisahkan.”

Dari sudut paling timur negeri, cerita ini menyuarakan harapan bahwa keindonesiaan tak hanya hidup di pusat kekuasaan, tapi tumbuh kuat di pedalaman, disiram oleh cinta, dijaga oleh doa, dan dilindungi oleh semangat TNI.

Di ujung batas negeri, TNI dan rakyat tak hanya menjaga tanah mereka sedang menenun makna Indonesia.

Authentication: 

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |