JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto tanpa tedeng aling-aling melontarkan kritiknya terhadap praktik pemberian tantiem di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia bahkan mempersilakan para direksi dan komisaris perusahaan pelat merah untuk angkat kaki dari jabatannya jika tidak sepakat dengan kebijakan penghapusan bonus tersebut. Ungkapan bernada keras ini jelas menyiratkan kekecewaan mendalam terhadap sistem yang dianggapnya kurang efektif dan cenderung hanya menjadi “akal-akalan”.
Soal tantiem BUMN sendiri diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia BUMN. Di dalamnya disebutkan bahwa tantiem adalah penghasilan yang merupakan penghargaan yang diberikan atas kondisi tertentu.
Misalnya, BUMN mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari auditor, capaian KPI paling rendah sebesar 80% tanpa memperhitungkan di luar pengendalian Direksi BUMN, atau saat BUMN tidak dalam kondisi merugi.
Berdasarkan pasal 106 ayat 1, tantiem diberikan kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN dengan ketentuan yang sudah diatur. Berikut rinciannya:
Komposisi besarnya Tantiem, Insentif Kinerja, dan Insentif Khusus bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN mengikuti faktor jabatan sebagai berikut:
a. Wakil direktur utama BUMN sebesar 90?ri direktur utama BUMN
b. Anggota Direksi BUMN sebesar 85?ri direktur utama BUMN
c. Komisaris utama/ketua Dewan Pengawas BUMN sebesar 45?ri direktur utama BUMN
d. Wakil komisaris utama/wakil ketua Dewan Pengawas BUMN sebesar 42, 5?ri direktur utama BUMN
e. Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN sebesar 90?ri komisaris utama/ketua Dewan Pengawas BUMN.
Dalam rincian di atas tidak dijelaskan tegas besaran tantiem Direktur Utama. Namun dalam aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri BUMN Nomor 02 Tahun 2009, komposisi tantiem dan insentif kinerja untuk Direktur Utama ditetapkan sebesar 100%
Selanjutnya pada pasal 72, dijelaskan bahwa Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN yang merangkap jabatan sebagai Dewan Komisaris pada badan usaha lainnya harus memenuhi persentase kehadiran dalam rapat Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN selama 1 tahun paling sedikit 75% kehadiran, sebagai persyaratan memperoleh tantiem.
Lalu pada pasal 76 poin 5, penetapan tantiem dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kinerja dan kemampuan keuangan perusahaan, serta faktor lain yang relevan.
Pernyataan keras Presiden Prabowo ini tentu memantik diskusi hangat di kalangan pengamat ekonomi dan masyarakat. Banyak yang mendukung langkah tegas ini sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas BUMN. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan dampaknya terhadap motivasi para profesional yang bekerja di perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut. Mungkinkah ini awal dari perubahan besar dalam pengelolaan BUMN di era kepemimpinan Prabowo? (Danantara)