Agam-Tahun 2025 menjadi momentum istimewa bagi bangsa Indonesia. Delapan puluh tahun sudah negeri ini berdiri tegak sebagai bangsa merdeka, lepas dari belenggu penjajahan, dan meneguhkan diri sebagai negara yang berdaulat. Setiap peringatan kemerdekaan bukan hanya menjadi ajang mengenang perjuangan, tetapi juga sarana untuk merefleksikan: sudah sejauh mana kita mencintai negeri ini, dan bagaimana cinta itu kita wujudkan dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini lahir dari darah, keringat, dan air mata para pahlawan. Mereka berkorban tanpa pamrih bukan hanya demi tegaknya bendera Merah Putih, tetapi agar rakyat Indonesia hidup dalam keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, kemerdekaan adalah anugerah sekaligus amanah. Amanah inilah yang harus diisi dengan tindakan nyata, bukan hanya dalam ranah politik atau ekonomi, melainkan juga dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
Mencintai Indonesia tidak selalu berarti mengangkat senjata atau berada di garis depan politik. Kecintaan itu dapat hadir dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan menjaga kerukunan antarwarga, menghargai perbedaan suku, agama, maupun budaya, serta mengutamakan kepedulian sosial di atas kepentingan pribadi. Cinta tanah air juga berarti menjaga nilai-nilai gotong royong yang sudah menjadi DNA bangsa Indonesia. Di tengah arus individualisme dan globalisasi, sikap saling membantu, berbagi, dan peduli terhadap sesama adalah wujud nyata nasionalisme yang paling relevan saat ini.
Namun, tantangan baru di era modern tak bisa diabaikan. Kita menghadapi disrupsi digital, perubahan iklim, ketimpangan sosial, hingga degradasi nilai kebersamaan. Anak muda lebih akrab dengan dunia digital, tetapi terkadang terjebak dalam polarisasi dan ujaran kebencian di media sosial. Di sinilah refleksi kemerdekaan berperan: cinta tanah air harus diwujudkan dengan menciptakan ruang sosial yang sehat, bebas dari konflik, dan kaya akan kontribusi positif. Kecintaan terhadap negara juga dapat diwujudkan dengan mendukung produk dalam negeri, melestarikan kearifan lokal, serta aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Bahkan tindakan kecil seperti menanam pohon, menjaga kebersihan lingkungan, atau membantu tetangga yang kesulitan, adalah bentuk sederhana dari pengabdian kepada bangsa.
Generasi muda memegang peranan penting. Dengan jumlah yang besar, anak muda hari ini punya potensi luar biasa untuk menjadi motor perubahan sosial. Kreativitas, semangat kolaborasi, dan kecintaan terhadap negeri bisa diwujudkan dalam bentuk kewirausahaan sosial, gerakan lingkungan, maupun inisiatif pendidikan. Bangkitnya rasa cinta tanah air dalam diri anak muda akan memperkuat ketahanan sosial bangsa. Bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata: mencintai sesama warga, menjaga persatuan, dan berkontribusi bagi masyarakat.
Refleksi 80 tahun kemerdekaan mengingatkan kita bahwa cinta tanah air bukanlah slogan kosong, melainkan energi yang harus hidup dalam setiap aspek kehidupan sosial. Kita mencintai Indonesia bukan hanya dengan berdiri tegak saat menyanyikan lagu kebangsaan, tetapi dengan sikap sehari-hari yang memuliakan nilai kemanusiaan, persatuan, dan kebersamaan. Dengan memperkuat cinta tanah air dalam kehidupan sosial, Indonesia akan semakin tangguh menghadapi tantangan zaman sekaligus melangkah optimis menuju 100 tahun kemerdekaan pada 2045—saat cita-cita Indonesia Emas diwujudkan bersama-sama.
Penulis: Pikri Kurnia
Editor: Lindafang