INTERNASIONAL - Nepal kini berada di bawah kepemimpinan baru setelah mantan Ketua Mahkamah Agung, Sushila Karki, dilantik sebagai Perdana Menteri. Pelantikan ini menandai babak baru bagi negara tersebut, yang baru saja dilanda gelombang aksi protes besar-besaran yang menggulingkan pemerintahan sebelumnya. Presiden Ram Chandra Paudel turut menyampaikan harapannya, “Selamat! Semoga Anda sukses, semoga negara ini sukses, ” ucapnya kepada Karki pasca upacara pengambilan sumpah, Jumat (12/9/2025), seperti dilaporkan kantor berita AFP.
Menariknya, sosok Sushila Karki ternyata merupakan pilihan utama dari para anak muda Nepal, atau yang akrab disapa 'Gen Z'. Dukungan ini diungkapkan oleh seorang perwakilan demonstran 'Gen Z' pada hari Kamis (11/9), menyusul keberhasilan aksi demonstrasi yang mereka pimpin dalam menjatuhkan Perdana Menteri sebelumnya, KP Sharma Oli.
Situasi yang terjadi di Nepal memang sangat memprihatinkan. Unjuk rasa yang awalnya dipicu oleh protes pemblokiran akses media sosial, kian memanas hingga berubah menjadi kerusuhan yang menelan korban jiwa. Data terbaru dari Kepolisian Nepal pada Jumat (12/9/2025) merilis jumlah korban tewas mencapai 51 orang. Keadaan kacau ini juga dimanfaatkan oleh puluhan ribu narapidana untuk kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri, dan hingga kini mereka masih dalam status buron.
Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, mengonfirmasi bahwa lebih dari 12.500 narapidana yang melarikan diri dari penjara masih belum ditemukan. Awal mula gejolak ini terjadi karena pemblokiran akses media sosial yang diprotes keras oleh generasi muda. Meskipun pemblokiran tersebut dicabut pada Senin (8/9) malam, gelombang protes tidak berhenti, justru kian meluas dan menyoroti isu-isu krusial seperti korupsi di kalangan elite politik Nepal.
Keadaan semakin memburuk ketika aparat Kepolisian Nepal dilaporkan melepaskan tembakan ke arah demonstran, yang berujung pada jatuhnya korban jiwa. Amnesty International dalam pernyataannya menegaskan penggunaan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa. Kemarahan akibat kematian sesama demonstran mendorong para pengunjuk rasa untuk terus melanjutkan aksi, bahkan merambah ke pembakaran rumah pejabat tinggi dan gedung parlemen Nepal.
Menghadapi situasi yang kian memanas, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, langkah ini ternyata belum cukup untuk meredakan amarah publik. Militer Nepal pun dikerahkan untuk memulihkan ketertiban. Pemberlakuan jam malam secara nasional dan patroli tentara di jalanan ibu kota Kathmandu sejak Rabu (10/9) waktu setempat menjadi pemandangan sehari-hari. Pos-pos pemeriksaan militer juga didirikan di berbagai titik strategis.
Personel militer, seperti diberitakan BBC, melakukan pemeriksaan identitas ketat terhadap setiap kendaraan yang melintas. Warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah dan menghindari perjalanan yang tidak perlu. Militer Nepal juga memberikan peringatan keras bahwa segala bentuk kekerasan dan vandalisme akan ditindak tegas. Dilaporkan, sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait aksi kekerasan dan penjarahan, serta 31 senjata api berhasil disita.
Di tengah kekacauan dan kekerasan yang melanda, banyak demonstran yang menyuarakan kekhawatiran bahwa gerakan mereka telah disusupi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Klaim serupa juga dilontarkan oleh pihak militer Nepal, menambah kompleksitas situasi yang tengah dihadapi negara tersebut. (PERS)