Temuan BPK Soal PTS RSUD Leuwiliang, DHN KPK PEPANRI Desak Tipikor Polda Jabar Periksa Dirut dan PPK

1 month ago 14

JAKARTA - Dewan Harian Nasional (DHN) KPK PEPANRI secara lantang mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat terkait proyek pengadaan Pneumatic Tube System (PTS) di RSUD Leuwiliang tahun anggaran 2024. Aroma tak sedap tercium kuat, dan KPK PEPANRI tak ingin ini hanya menjadi tumpukan kertas laporan.

Ketua Koordinator Investigasi DHN KPK PEPANRI, Yudiyantho PS, S.H., dengan tegas menyatakan bahwa temuan BPK ini bukan sekadar kesalahan administrasi belaka. Ini adalah lampu merah, indikasi awal kerugian negara yang tak bisa diabaikan begitu saja.

“Temuan BPK bukan sekadar catatan administrasi, melainkan indikasi kerugian negara yang harus segera diproses secara hukum. Kami mendesak aparat penegak hukum, khususnya Subdit Tipikor Polda Jawa Barat, untuk memanggil dan memeriksa Direktur RSUD Leuwiliang serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan Pneumatic Tube System tersebut. Tidak boleh ada ruang bagi pembiaran, apalagi kompromi, dalam kasus yang berpotensi merugikan keuangan negara dan mencederai kepercayaan publik, ” tegas Yudiyantho, Jum'at (15/8/25).

Sebagai langkah nyata, DHN KPK PEPANRI tak main-main. Mereka akan segera mengirimkan surat resmi laporan kepada Subdit Tipikor Polda Jawa Barat, memastikan proses penegakan hukum berjalan sesuai koridor undang-undang. Bayangkan, uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, justru berpotensi dikorupsi. Miris!

Temuan BPK: Fakta yang Mencengangkan

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Belanja Infrastruktur TA 2024, BPK Jawa Barat mengungkap fakta yang cukup mencengangkan. Ada kelebihan pembayaran sebesar Rp777.976.800 pada proyek senilai Rp3, 54 miliar! Bagaimana bisa?

Ternyata, 222 unit komponen short carrier with 2× chips tidak terpasang, padahal sudah dibayar lunas kepada pihak penyedia. Ini bukan sekadar angka, ini adalah bukti nyata potensi kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan.

Tak hanya itu, penyedia jasa yang memenangkan tender, CV LiJ, ternyata tidak memiliki legalitas sebagai distributor resmi merek Sumetzberger. Sebuah pelanggaran serius terhadap ketentuan Kementerian Perdagangan, yang mewajibkan legalitas distributor dibuktikan melalui akta notaris atau Surat Tanda Pendaftaran (STP).

Indikasi Pengadaan yang Tidak Transparan

Proses pengadaan proyek ini pun tak luput dari sorotan. Sejak awal, terindikasi adanya upaya mengunci merek tertentu tanpa kajian teknis yang terbuka. Spesifikasi barang dibuat sedemikian rupa sehingga mengarah pada penyedia tertentu, sementara pembandingan harga dilakukan tanpa mekanisme yang transparan. Bahkan, dokumen kontrak pun tidak memuat rincian struktur harga secara jelas.

DHN KPK PEPANRI dengan tegas menyatakan bahwa penanganan kasus ini akan menjadi tolok ukur keseriusan APH dan pemerintah daerah dalam menjaga integritas dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa, terutama di sektor pelayanan kesehatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita berharap, kasus ini diusut tuntas, tanpa pandang bulu. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kesehatan runtuh karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. (Lukman)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |