JAKARTA - Rencana anggaran negara untuk tahun 2026 menunjukkan penyesuaian besar terhadap alokasi dana ke daerah. Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, menjelaskan bahwa dalam RAPBN 2026, transfer ke daerah ditetapkan sebesar Rp 650 triliun, turun cukup signifikan dibandingkan APBN 2025 yang mencapai Rp 919 triliun. Selisihnya mencapai Rp 269 triliun.
Namun, Tito menegaskan bahwa penurunan ini akan dikompensasi melalui berbagai kegiatan di kementerian dan lembaga dengan total anggaran mencapai Rp 1.300 triliun. Penyesuaian ini, menurutnya, dimaksudkan agar penggunaan anggaran lebih tepat sasaran dan memberikan dampak merata di seluruh daerah.
"Ini yang diharapkan tepat sasaran yang berdampak pada semua daerah. Tapi kita juga melihat kemampuan fiskal dari daerah, " ujar Tito dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, kemampuan keuangan daerah sangat bervariasi. Ada daerah yang mandiri karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi, namun tetap ada juga yang masih sangat bergantung pada transfer dari pusat. Untuk itu, Tito menegaskan pentingnya kolaborasi data dengan Kementerian Keuangan saat melakukan alokasi dana agar distribusi lebih adil dan tepat sasaran.
"Ini yang perlu dilakukan datanya kita sharing dengan Kemenkeu ketika melakukan alokasi ke tiap daerah kita perhatikan betul kemampuan fiskal daerah itu. Terutama daerah tergantung dari PAD rendah, " tambah mantan Kapolri tersebut.
Salah satu perhatian utama pemerintah adalah memastikan bahwa setiap daerah mampu memenuhi pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, serta perlindungan sosial. Banyak pengeluaran daerah di sektor-sektor tersebut telah di-cover langsung oleh pemerintah pusat.
"Pendidikan juga dikover pemerintah pusat, kesehatan juga sudah diselingi dikover, Kementerian Kesehatan, nanti mungkin kita dengan Kementerian Kesehatan. Kementerian PU untuk mengkover problem di daerah, " jelasnya.
Ia menambahkan bahwa meski sebagian kewenangan dan anggaran disentralisasi ke pusat, pelayanan publik tetap berjalan dan dampaknya langsung dirasakan masyarakat karena program-program tersebut dikelola secara langsung oleh kementerian terkait.
"Sehingga meskipun ada pengalihan ke pusat ke KL, tapi pemerintahan tetap berjalan dan dampaknya dapat dirasakan masyarakat karena langsung dikerjakan pemerintah pusat, " tegas Tito.
Data realisasi APBN 2025 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan daerah mencapai Rp 674 triliun, dengan belanja sebesar Rp 652 triliun. Hingga Agustus 2025, sejumlah kabupaten mencatat pendapatan di atas rata-rata, seperti Banjar Baru (78%) dan Sumbawa Barat (104%). Sementara rata-rata kabupaten lainnya baru mencapai 49%.
Secara spesifik, Papua Barat Daya dinilai memiliki kemampuan penyerapan anggaran yang tinggi, terutama karena daerah tersebut masih baru dan SDM-nya sedang dalam tahap pengembangan. Di sisi lain, provinsi seperti Jawa Barat mencatat belanja tertinggi, sementara Maluku Utara memiliki cadangan yang cukup baik.
"Tingkat provinsi belanja tertinggi Jawa Barat, ada yang punya cadangan cukup bagus seperti Maluku Utara, " ungkap Tito.
Ia menambahkan bahwa daerah dengan pendapatan tinggi seperti Jawa Barat dan Jakarta juga menunjukkan kinerja belanja yang baik. "Pendapatan tertinggi belanjanya tinggi bagus seperti Jawa Barat, Jakarta bagus, " tutupnya. (Kabar Menteri)