JAKARTA - Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, memberikan apresiasi tinggi terhadap langkah sigap Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam merespons rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk Komite Reformasi Kepolisian. Menurut Ngasiman, respons cepat ini menunjukkan keseriusan institusi Polri dalam mengawal dan memastikan keberlanjutan reformasi yang telah bergulir.
“Rencana Presiden tersebut ditangkap oleh Kapolri sebagai arahan untuk penguatan reformasi Polri yaitu dengan (pembentukan) Tim Transformasi Reformasi Polri, ” ungkap Ngasiman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan, penunjukan Jenderal Pol (Purn) Achmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Reformasi Kepolisian adalah sebuah langkah strategis yang sangat tepat sasaran, terutama dalam menghadapi ekspektasi dan tuntutan publik yang kian meningkat.
Ngasiman mengingatkan bahwa denyut reformasi kepolisian sejatinya telah dimulai sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejak saat itu, Polri telah menyusun Grand Strategi Polri 2005–2025 sebagai peta jalan transformasi menuju institusi yang modern, profesional, dan senantiasa terpercaya di mata masyarakat.
“Komitmen itu dilanjutkan dengan Grand Strategi Polri 2025–2045. Apa yang sudah dicapai ini akan semakin diperkuat dengan terbentuknya Tim Transformasi Reformasi Polri untuk menjaga keberlanjutannya, ” jelasnya, menekankan pentingnya konsistensi dalam upaya perbaikan.
Lebih lanjut, Ngasiman menguraikan bahwa reformasi Polri mencakup tiga pilar krusial: struktural, instrumental, dan kultural. Di antara ketiganya, aspek kultural menjadi yang paling menantang sekaligus paling fundamental, karena menuntut perubahan mendalam pada nilai, budaya kerja, hingga keteladanan dari para pimpinannya.
Sejak tahun 2021, transformasi Polri Presisi diarahkan melalui empat pilar utama: organisasi, operasional, pelayanan publik, dan pengawasan. Agenda ini secara gamblang menjawab panggilan zaman dan kerinduan masyarakat akan sosok kepolisian yang tidak hanya profesional, tetapi juga penuh dengan nuansa humanis.
Ngasiman menegaskan, reformasi yang dicita-citakan tidak boleh sekadar menyentuh perubahan fisik atau tatanan birokrasi. Lebih dari itu, ia harus meresap ke dalam nilai moral dan kemanusiaan, terimplementasi dalam setiap aspek pelayanan publik, penegakan hukum, hingga upaya menjaga stabilitas masyarakat.
Pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri, menurut pandangannya, adalah sebuah akselerasi yang sangat dibutuhkan agar setiap agenda yang telah dicanangkan oleh Presiden melalui Komite Reformasi Kepolisian dapat direspons secara konkret dan berkesinambungan oleh seluruh elemen di dalam tubuh Polri.
“Komitmen Polri adalah menghadirkan kualitas pemolisian yang semakin presisi, profesional, dan humanis, sekaligus mampu menjawab tantangan zaman, ” tegasnya, menunjukkan tekad institusi.
Ia sangat berharap, dukungan dari berbagai elemen masyarakat, para akademisi, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya dapat terus mengalir. Dukungan inilah yang akan menjadi energi penggerak agar reformasi kepolisian benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara nyata oleh seluruh lapisan rakyat.
Inisiatif Polri dalam membentuk tim reformasi ini, di matanya, mencerminkan keberanian untuk menengok ke belakang, belajar dari setiap pengalaman, memperbaiki setiap kesalahan yang pernah terjadi, dan yang terpenting, mempersiapkan diri untuk masa depan yang jauh lebih baik. (PERS)