JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia baru-baru ini merilis data yang cukup mencemaskan: angka pemutusan hubungan kerja (PHK) melonjak tajam di semester pertama tahun 2025. Total 42.385 pekerja terpaksa kehilangan mata pencaharian mereka, sebuah peningkatan signifikan sebesar 32, 19 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Lonjakan PHK ini tentu menjadi pukulan berat bagi para pekerja dan keluarga mereka. Bayangkan, di tengah himpitan ekonomi yang serba tidak pasti, tiba-tiba harus kehilangan sumber pendapatan utama. Bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan sehari-hari? Bagaimana dengan biaya pendidikan anak-anak? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu menghantui benak setiap pekerja yang terkena PHK.
Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemnaker, Anwar Sanusi, mengakui adanya tren peningkatan PHK di tahun 2025. Meski demikian, ia juga mencatat adanya sedikit penurunan angka PHK di bulan Juni.
"Ada satu tren yang sebetulnya tahun 2-25 memang agak lebih tinggi, tapi di dalam bulan Juni ini, data kemarin agak turun, " ujarnya di Kompleks Parlemen, Selasa (22/7/2025).
Data menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pekerja yang terkena PHK tertinggi, mencapai 28, 59 persen dari total PHK yang dilaporkan. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat Jawa Barat merupakan salah satu pusat industri di Indonesia.
Selain Jawa Barat, provinsi lain yang juga terdampak cukup signifikan adalah Jawa Tengah (10.995) dan Banten (4.267). Ketiga provinsi ini menyumbang sebagian besar dari total PHK yang terjadi di Indonesia pada periode Januari-Juni 2025.
Sektor industri yang paling banyak melakukan PHK adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta pertambangan dan penggalian. Hal ini mengindikasikan adanya tantangan yang cukup berat di sektor-sektor tersebut, yang memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan merumahkan sebagian karyawannya.
Berdasarkan data Kemnaker, puncak gelombang PHK terjadi pada bulan Februari 2025, dengan jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 17.796 orang. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah PHK tertinggi pada bulan tersebut.
Peningkatan angka PHK ini tentu menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah dan semua pihak terkait. Perlu adanya upaya yang lebih serius dan terkoordinasi untuk mengatasi masalah ini, mulai dari memberikan pelatihan keterampilan bagi para pekerja yang terkena PHK, hingga menciptakan lapangan kerja baru yang lebih banyak dan berkualitas.
Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menanggulangi dampak PHK ini, serta memberikan dukungan yang memadai bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan. Jangan sampai gelombang PHK ini semakin membesar dan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. (Warta Buruh)