Herman Djide: Tanpa Data, Desa dan Kelurahan Berjalan dalam Gelap Pembangunan

2 hours ago 1

PANGKEP SULSEL - Pembangunan yang efektif selalu bertumpu pada data yang akurat. Tanpa data, perencanaan hanya menjadi perkiraan dan sering kali meleset dari kebutuhan nyata masyarakat. Sayangnya, hingga kini masih banyak desa dan kelurahan yang belum memiliki basis data wilayah secara komprehensif. Kondisi ini tentu menjadi hambatan besar dalam mewujudkan pembangunan yang merata dan berkelanjutan.

Data kependudukan, misalnya, merupakan fondasi dasar dalam menentukan arah pembangunan. Dengan mengetahui jumlah penduduk, struktur usia, tingkat pendidikan, hingga pekerjaan, pemerintah desa bisa merancang program yang sesuai. Tanpa data ini, bantuan sosial bisa salah sasaran, pelayanan publik menjadi lamban, dan kebutuhan warga miskin tidak terakomodasi dengan baik.

Selain itu, data potensi wilayah juga tak kalah penting. Desa yang memiliki lahan pertanian luas, potensi wisata, atau sumber daya laut semestinya dapat mengoptimalkan itu sebagai kekuatan ekonomi. Namun, tanpa data yang jelas, potensi ini hanya menjadi cerita tanpa tindak lanjut. Investor pun enggan melirik wilayah yang tidak punya informasi valid.

Data infrastruktur desa juga menjadi penentu kualitas hidup warga. Jalan, jembatan, irigasi, listrik, dan air bersih adalah kebutuhan dasar yang harus diketahui kondisinya. Bila data infrastruktur tidak tercatat dengan baik, maka sulit menetapkan prioritas pembangunan. Akibatnya, anggaran desa sering digunakan untuk hal-hal yang tidak mendesak.

Lebih jauh lagi, ketiadaan data lingkungan dapat menimbulkan masalah serius. Desa yang rawan banjir, longsor, atau kekeringan seharusnya memiliki catatan resmi agar langkah mitigasi bisa dilakukan. Tanpa data, bencana selalu datang tanpa persiapan, dan masyarakatlah yang paling dirugikan.

Dalam hal sosial budaya, data juga menjadi penguat harmoni masyarakat. Catatan tentang organisasi, kegiatan adat, maupun konflik sosial di masa lalu bisa menjadi pedoman dalam menjaga kerukunan. Tanpa itu, desa rawan mengalami gesekan akibat salah urus dalam distribusi program.

Namun, masalah data ini bukan berarti tanpa solusi. Pemerintah desa dapat melakukan pendataan partisipatif dengan melibatkan masyarakat. Setiap RT/RW, kader posyandu, hingga karang taruna bisa membantu menghimpun informasi dasar. Pendekatan ini selain murah juga mampu membangun rasa memiliki terhadap pembangunan desa.

Pemanfaatan teknologi juga sangat penting. Sistem Informasi Desa (SID) atau aplikasi digital lainnya dapat membantu menyimpan, mengolah, dan memperbarui data secara cepat. Dengan pelatihan aparat desa, data yang sebelumnya tercecer bisa tersusun rapi dan mudah diakses, bahkan bisa menjadi bahan evaluasi rutin.

Akhirnya, desa yang memiliki data akurat akan lebih mudah berkembang. Pembangunan bisa terarah, anggaran lebih efisien, dan keadilan sosial lebih terjamin. Karena itu, sudah saatnya setiap desa dan kelurahan menjadikan pengelolaan data sebagai prioritas utama. Sebab, data bukan sekadar angka, tetapi cahaya yang menuntun pembangunan menuju masa depan yang lebih baik.

Bila lurah maupun kepala desa tidak memiliki data akurat tentang wilayahnya, maka pembangunan akan sangat terhambat. Berikut uraian yang bisa dipakai sebagai analisis:

1. Data yang seharusnya dimiliki pemerintah desa/kelurahan

Data kependudukan (jumlah penduduk, usia, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, status ekonomi).

Data potensi wilayah (lahan pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, tambang, industri rumah tangga).

Data infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi, listrik, air bersih, fasilitas pendidikan dan kesehatan).

Data sosial budaya (organisasi masyarakat, adat, kegiatan sosial, konflik sosial yang pernah ada).

Data aset desa (tanah desa, bangunan, BUMDes, sumber daya alam yang dikelola).

Data lingkungan (kondisi hutan, rawa, sungai, rawan banjir/longsor, kualitas tanah dan air).

Data kemiskinan & kelompok rentan (jumlah rumah tangga miskin, difabel, lansia terlantar, anak putus sekolah).

2. Dampak bila data tidak dimiliki

Perencanaan pembangunan tidak tepat sasaran → program hanya menebak-nebak, tidak sesuai kebutuhan masyarakat.

Dana desa tidak efektif → anggaran digunakan tidak sesuai prioritas, bahkan bisa menimbulkan pemborosan atau salah sasaran.

Lambat dalam pelayanan publik → misalnya bantuan sosial salah sasaran karena data warga miskin tidak jelas.

Sulit menarik investasi/pihak luar → karena tidak ada data potensi wilayah yang valid.

Rawan konflik sosial → warga merasa tidak adil dalam pembagian bantuan atau program.

Pemerintah desa sulit dievaluasi → capaian pembangunan tidak bisa diukur secara akurat

3. Solusi untuk mengatasi masalah data

Pendataan partisipatif → melibatkan aparat desa, RT/RW, kader posyandu, karang taruna, hingga masyarakat langsung.

Digitalisasi data desa → gunakan aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) atau platform lain agar data rapi dan mudah diperbarui.

Pemutakhiran berkala → minimal setahun sekali ada update data kependudukan, potensi, dan aset.

Kolaborasi lintas pihak → bekerja sama dengan BPS, Dinas Kependudukan, perguruan tinggi, atau LSM untuk mendapatkan data lebih akurat.

Pelatihan aparat desa → agar mampu mengelola data secara mandiri dan profesional.

Transparansi kepada warga → data yang sudah dihimpun dipublikasikan agar ada kontrol dan koreksi dari masyarakat.

 Jadi, tanpa data akurat, desa akan berjalan dalam "kegelapan pembangunan". Sebaliknya, bila data dikelola dengan baik, pembangunan akan lebih tepat sasaran, efisien, dan bermanfaat luas bagi warga.

Pangkep 30 September 2025

Herman Djide 

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |