JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sinyal kuat bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus akan segera memasuki babak baru. Harapan akan keadilan bagi para calon jamaah haji yang mungkin dirugikan kini semakin membara.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan perkembangan signifikan ini. "Dalam waktu dekat mudah-mudahan kami sudah bisa melangkah ke tahap yang lebih pasti, " ujarnya di Jakarta, Minggu, memberikan secercah harapan bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Untuk itu, Asep meminta dukungan penuh dari masyarakat agar proses hukum yang tengah berjalan dapat berjalan lancar dan efektif. Dukungan publik sangat penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini.
Sejumlah pihak telah dipanggil dan dimintai keterangan oleh KPK terkait dugaan penyimpangan dalam kuota haji khusus. KPK bergerak cepat untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang diperlukan.
"Beberapa telah kami minta keterangan terkait masalah haji. Ya, mohon di-support (didukung, red.), " kata Asep.
Sebelumnya, pada 20 Juni 2025, KPK telah mengonfirmasi pemanggilan beberapa tokoh penting, termasuk Ustadz Khalid Basalamah dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada kesempatan terpisah mengungkapkan bahwa praktik korupsi dalam kuota haji khusus tidak hanya terjadi pada tahun 2024, melainkan juga tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini telah berlangsung lama dan memerlukan penanganan yang komprehensif.
Pansus Angket Haji DPR RI juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Salah satu poin utama yang menjadi perhatian adalah pembagian kuota 50:50 pada alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan oleh Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan tersebut, dengan 10.000 dialokasikan untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian ini menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan terkait potensi penyimpangan.
Kasus ini menjadi sorotan tajam, mengingatkan kita betapa pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana haji. Bayangkan, dana yang seharusnya digunakan untuk memfasilitasi ibadah umat Muslim justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan umat.
Kini, masyarakat menanti dengan harapan agar KPK dapat mengungkap tuntas kasus ini dan membawa para pelaku ke meja hijau. Keadilan harus ditegakkan, dan hak-hak calon jamaah haji harus dilindungi. Semoga langkah KPK ini menjadi momentum untuk membersihkan praktik-praktik kotor dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.