JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan keseriusan pemerintah dalam menagih tunggakan pajak. Ia mengumumkan pihaknya telah mengidentifikasi 200 penunggak pajak kakap yang jumlahnya diperkirakan mencapai Rp50 hingga Rp60 triliun.
"Kita punya lis 200 penunggak pajak besar yang sudah inkracht. Kita mau kejar dan eksekusi. Sekitar Rp50 - Rp60 triliun, " ujar Purbaya dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).
Langkah tegas ini diambil menyusul kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencatat defisit Rp321, 6 triliun atau 1, 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per Agustus 2025. Angka defisit ini merupakan imbas dari realisasi pendapatan negara hingga 31 Agustus 2025 yang baru mencapai Rp1.638, 7 triliun, atau setara 57 persen dari outlook APBN 2025.
Pendapatan negara yang berhasil dikantongi berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp1.330 triliun, serta kepabeanan dan cukai senilai Rp122, 9 triliun. Selain itu, ada pula pemasukan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp306, 8 triliun per periode yang sama. Namun, di sisi lain, realisasi belanja negara justru membengkak hingga Rp1.960, 3 triliun, atau 55, 6 persen dari pagu anggaran yang tersedia.
Purbaya menegaskan komitmennya untuk tidak memberi ruang bagi para penunggak pajak untuk menghindar. "Dalam waktu dekat akan kita tagih dan mereka gak akan bisa lari, " tegasnya.
Isu tunggakan pajak oleh para pengusaha besar ini sebelumnya juga pernah diungkap oleh Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebutkan ada sekitar 300 pengusaha Indonesia yang diduga mengemplang pajak dengan total nilai mencapai Rp300 triliun.
Hashim mengungkapkan bahwa data para pengusaha nakal ini diperoleh Prabowo dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh. Disebutkan, mayoritas pengusaha tersebut berasal dari sektor kelapa sawit.
"Ini data yang Pak Prabowo dapat dari Luhut dan Ateh (BPKP) dan dikonfirmasi dari LHK ada jutaan hektar kawasan hutan diokupasi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal ternyata sudah diingatkan tapi sampai sekarang belum bayar, " ungkap Hashim dalam sebuah acara diskusi ekonomi, Senin (7/10/2024). (PERS)