PUNCAK JAYA - Di tengah bentang alam Papua yang indah namun sarat tantangan keamanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali menjadi sorotan. Beberapa hari terakhir, kelompok bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengumumkan penolakannya terhadap rencana pembangunan pos militer di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Ancaman serangan terhadap aparat keamanan dan ultimatum agar warga non-Papua meninggalkan wilayah itu pun dilontarkan secara terbuka. Rabu (13/8/2025).
Pernyataan ini tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga menyesatkan opini publik. Faktanya, keberadaan TNI di Papua termasuk pembangunan pos militer merupakan langkah resmi, sah, dan berlandaskan konstitusi. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 menegaskan, TNI adalah alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Landasan ini dipertegas melalui **Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia**, yang memberi kewenangan kepada TNI untuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 memperkuat peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan dalam menangani ancaman strategis, termasuk di wilayah Papua yang rawan konflik. Dengan dasar hukum yang jelas, pembangunan pos militer di Puncak Jaya bukanlah provokasi, melainkan langkah strategis untuk melindungi masyarakat, mendukung pembangunan nasional, dan mencegah eskalasi kekerasan.
Pendekatan Humanis, Bukan Militeristik
Meski membawa mandat konstitusional, TNI tidak hanya mengandalkan pendekatan militer. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua menegaskan pentingnya peran TNI dalam tugas-tugas sosial, mulai dari pelayanan pendidikan, kesehatan, hingga membangun komunikasi sosial yang inklusif.
Pendekatan teritorial yang humanis menjadi kunci. Kehadiran TNI di Papua selalu diarahkan untuk menjamin rasa aman bagi masyarakat sipil, mendukung program pemerintah daerah, dan membangun kepercayaan melalui interaksi langsung dengan warga. TNI juga berkomitmen menjalankan operasi secara proporsional, profesional, dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), sesuai prinsip Hukum Humaniter Internasional.
Ancaman TPNPB dan Pelanggaran Hukum Internasional
Berbeda dengan TNI yang bekerja di bawah payung hukum, tindakan TPNPB kerap melanggar hukum nasional dan internasional. Ancaman terhadap warga sipil non-Papua, penyerangan terhadap tenaga medis, guru, pekerja infrastruktur, serta perusakan fasilitas umum dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.
Lebih jauh, serangan membabi buta yang mengabaikan prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution dalam Hukum Humaniter Internasional menempatkan aksi mereka sebagai pelanggaran serius terhadap standar perang yang diakui dunia.
Menjaga Papua, Menjaga Indonesia
Negara hadir di Papua melalui TNI bukan untuk menindas, melainkan untuk melindungi hak-hak dasar seluruh warga, termasuk masyarakat adat, agar dapat hidup aman dan sejahtera. Setiap langkah yang diambil didasari prinsip Legalitas, Akuntabilitas, dan Profesionalitas.
Upaya TPNPB-OPM untuk menciptakan ketakutan melalui kekerasan dan propaganda separatisme harus dihadapi dengan tegas. Tidak ada tempat bagi kekerasan di negara hukum. TNI akan terus menjalankan tugasnya dengan dedikasi penuh, memastikan Papua tetap menjadi bagian utuh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus menjamin masa depan yang damai bagi generasi mendatang.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono