PAPUA - Dalam beberapa waktu terakhir, kelompok bersenjata yang mengatasnamakan diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali melontarkan narasi provokatif. Mereka secara terbuka menolak pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang”. Tidak hanya menolak, kelompok ini juga mengancam akan melakukan serangan terhadap aparat TNI-Polri serta mengultimatum masyarakat non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut. Kamis, 7 Augustus 2025.
Pernyataan tersebut jelas tidak hanya menyesatkan, tetapi juga melanggar hukum nasional dan hukum internasional. Ancaman terhadap warga sipil serta intimidasi terhadap pembangunan nasional bukan bagian dari perjuangan, melainkan tindakan terorisme yang mengancam integritas bangsa dan keselamatan masyarakat.
Kehadiran TNI: Sah secara Konstitusi dan Dibutuhkan oleh Masyarakat
Perlu dipahami bahwa kehadiran TNI di Papua termasuk pembangunan pos militer di wilayah rawan merupakan langkah legal, konstitusional, dan strategis yang dilindungi oleh hukum Indonesia, di antaranya:
UUD 1945 Pasal 30, yang menegaskan peran TNI sebagai alat negara dalam mempertahankan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa.
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, yang mengatur peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk dalam mengatasi gerakan separatis bersenjata.
Perpres Nomor 66 Tahun 2019, yang menetapkan struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai elemen strategis dalam menangani konflik dan ancaman bersenjata di daerah-daerah rawan.
Dengan demikian, pembangunan pos militer di Papua bukanlah bentuk provokasi, melainkan upaya konkret negara untuk menjaga keamanan wilayah dan melindungi rakyatnya, termasuk masyarakat Papua sendiri.
TNI di Papua: Antara Pengamanan dan Pengabdian
Berbeda dari narasi yang coba dibangun oleh TPNPB-OPM, kehadiran TNI di Papua tidak semata menjalankan pendekatan militeristik. Sebaliknya, TNI juga mengemban tugas sosial, kemanusiaan, dan pembangunan sebagaimana tercantum dalam Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
Dalam menjalankan tugasnya, TNI mengedepankan pendekatan humanis dan teritorial, termasuk:
Memberikan perlindungan terhadap warga sipil dari ancaman kekerasan kelompok bersenjata.
Mendukung pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur bersama pemerintah daerah.
Membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan tokoh adat, pemuda, dan masyarakat lokal.
Komitmen TNI terhadap penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) juga menjadi bagian integral dalam setiap operasi. TNI senantiasa berpedoman pada Hukum Humaniter Internasional dalam menghadapi konflik bersenjata, termasuk prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution, untuk memastikan keselamatan warga sipil tetap menjadi prioritas utama.
Ancaman TPNPB: Antikemanusiaan dan Melanggar Hukum Internasional
Ancaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat non-Papua dan serangan terhadap guru, tenaga medis, pekerja proyek, bahkan fasilitas umum, telah menunjukkan sifat teroristik dan tidak beradab.
Menurut UU RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, khususnya Pasal 6 dan 9, tindakan yang menimbulkan teror secara meluas terhadap warga sipil, termasuk penggunaan kekerasan dan intimidasi, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.
Selain melanggar hukum nasional, aksi TPNPB juga menabrak prinsip-prinsip dasar dalam hukum perang internasional, yang secara tegas melarang:
Serangan terhadap warga sipil,
Penggunaan taktik kekerasan membabi buta,
Intimidasi terhadap kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan.
NKRI Hadir untuk Melindungi, Bukan Menindas
Kehadiran TNI di Papua adalah cerminan kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk seluruh rakyatnya. TNI hadir untuk:
Menjamin hak dasar masyarakat Papua dalam hidup aman dan bermartabat,
Mengawal percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan,
Menegakkan hukum dan kedaulatan negara dari ancaman separatisme bersenjata.
Setiap langkah TNI dilakukan dengan prinsip legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas, sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Tidak ada ruang bagi kekerasan dan teror di dalam negara hukum. TNI tetap akan menjalankan tugasnya secara proporsional, profesional, dan berpihak pada rakyat, ” tegas Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono, Dansatgas Media HABEMA.
Penutup
Kebijakan keamanan di Papua bukan soal dominasi, melainkan soal pengabdian dan keadilan. TNI adalah bagian dari rakyat dan akan terus berdiri di barisan terdepan untuk menjaga kedamaian dan masa depan Indonesia dari Sabang hingga Merauke, dari kota hingga pelosok gunung Papua.
Penulis:
Dansatgas Media HABEMA
Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono