TPM dan BWSS VI Disorot, Proyek P3-TGAI Desa Sembilan Kota Sungai Penuh Diduga Asal Jadi
SUNGAI PENUH, JAMBI – Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) tahun anggaran 2025 di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci menuai sorotan tajam. Proyek yang semestinya dikerjakan secara swakelola oleh kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dengan pendampingan Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI) itu justru disebut-sebut asal jadi.
Di Desa Sembilan, Kecamatan Tanah Kampung, Kota Sungai Penuh, proyek swakelola senilai Rp195.000.000 yang bersumber dari APBN diduga kuat dikerjakan tanpa memperhatikan standar teknis dan mutu. Publik menilai kualitas pekerjaan jauh dari harapan dan Kualitasnya Diragukan.
“Pekerjaan ini terkesan asal jadi, dan manfaatnya bagi petani diragukan, ” ungkap seorang warga setempat.
Pantauan di lokasi, pekerjaan diawali dengan lantai kerja cor, material utama yang digunakan menimbulkan banyak tanda tanya. Pekerjaan pasangan batu terlihat jelas memakai batu pecah gunung atau batu kapur yang rapuh dan mudah menyerap air, bukan batu kali keras sebagaimana standar pembangunan saluran irigasi.
Penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi ini sangat berisiko, batu mudah retak saat terkena tekanan air, berpori tinggi sehingga rawan kebocoran, dan membuat umur konstruksi menjadi pendek. Dengan kondisi ini, proyek yang nilainya hampir Rp200 juta dikhawatirkan hanya bertahan sebentar.
Diduga lemahnya pengawasan menjadi sorotan utama. BWSS VI sebagai penanggung jawab dan Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) disebut gagal memastikan kualitas pekerjaan. Publik menilai, meski proyek dilaksanakan oleh P3A secara swakelola, tanpa pengawasan ketat, anggaran negara rawan disalahgunakan.
Informasi yang dihimpun, BWSS VI pada tahun anggaran 2025 mengelola dana lebih dari Rp72 miliar untuk rehabilitasi jaringan irigasi di delapan kabupaten/kota, termasuk Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, Ironisnya, dengan anggaran besar tersebut, proyek di Desa Sembilan justru menimbulkan kekecewaan dan kecurigaan masyarakat.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum, inspektorat, dan pemerintah daerah segera melakukan audit investigatif. Mereka khawatir program yang sejatinya untuk meningkatkan kesejahteraan petani justru berubah menjadi ajang pemborosan anggaran.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak BWSS VI maupun TPM belum memberikan klarifikasi resmi.(son)