YAHUKIMO - Suara tangis anak-anak kini menggantikan riuhnya tawa di halaman sekolah Desa Kunga, Distrik Yahukimo. Pada Senin pagi, 7 April 2025, sekelompok orang bersenjata yang diduga kuat merupakan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) membakar habis satu-satunya fasilitas pendidikan di desa tersebut. Api tak hanya menghanguskan bangunan, tetapi juga memadamkan harapan generasi muda untuk menimba ilmu.
Mirisnya, terungkap bahwa aksi keji ini dilakukan sebagai bentuk protes karena kelompok separatis tersebut tidak mendapatkan dana desa yang mereka klaim sebagai “hak mereka”.
Insiden memilukan ini terjadi sekitar pukul 08.00 WIT. Sekelompok anggota OPM dilaporkan mendobrak masuk ke kawasan sekolah, membawa jeriken berisi bahan bakar, dan menyulut api ke sejumlah bangunan termasuk ruang kelas, perpustakaan, dan ruang guru. Tidak ada perlawanan, karena sekolah sedang kosong. Namun dampaknya menghancurkan masa depan 150 siswa yang kini kehilangan tempat belajar.
“Sekolah itu adalah satu-satunya tempat anak-anak kami bisa belajar. Kini tinggal puing dan abu, ” ujar salah satu warga setempat dengan nada getir.
Dalam penyelidikan aparat keamanan, terkuak alasan mengejutkan di balik tindakan biadab tersebut. Sumber yang dipercaya mengungkap bahwa pembakaran dilakukan karena OPM merasa mereka tak mendapat bagian dari dana desa yang seharusnya disalurkan pemerintah untuk pembangunan masyarakat.
“Mereka ingin dana itu diberikan kepada mereka secara langsung. Ketika permintaan itu ditolak, mereka melampiaskan kemarahan dengan cara membakar sekolah, ” ungkap seorang pejabat lokal yang enggan disebutkan namanya.
OPM diduga berupaya menggunakan aksi kekerasan ini sebagai tekanan terhadap pemerintah pusat. Mereka menuntut bagian dari dana pembangunan, bahkan jika itu berarti harus merampas hak anak-anak untuk belajar.
Kecaman keras pun datang dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, tokoh pendidikan, dan aktivis hak anak menilai tindakan ini sebagai bentuk teror yang tak berperikemanusiaan dan menuntut tindakan tegas terhadap para pelaku.
“Membakar sekolah adalah membakar masa depan. Ini adalah kejahatan terhadap anak-anak Papua, ” kata salah satu aktivis pendidikan Papua.
Tragedi ini menyisakan luka mendalam, bukan hanya pada bangunan yang hancur, tetapi pada harapan-harapan kecil yang kini tercerai-berai. Sekolah bukan medan perang. Pendidikan bukan alat tawar-menawar. Dan anak-anak Papua pantas mendapat perlindungan, bukan trauma. (APK/Red)