JAKARTA - Pengacara kondang, Ary Bakri, secara blak-blakan mengakui telah menyerahkan total uang suap senilai Rp 60 miliar kepada majelis hakim. Pemberian dana fantastis ini diduga menjadi imbalan atas vonis lepas yang dijatuhkan kepada tiga korporasi besar yang menjadi kliennya dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO), atau bahan baku minyak goreng.
Pengakuan mengejutkan ini disampaikan Ary Bakri saat bersaksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (27/8/2025). Ia menjawab langsung pertanyaan dari jaksa penuntut umum (JPU) terkait isu wanprestasi yang dilontarkan oleh panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
"Tapi, kalau saya pemberian murni Rp 60 miliar, sesuai yang pertama dia minta dan saya kabulkan, ” ujar Ary Bakri, sapaan akrabnya, di hadapan persidangan.
Dalam kesaksiannya, Ary Bakri mengungkapkan bahwa permintaan awal sebesar Rp 60 miliar itu memang telah ia sepakati. Hal ini terkait dengan dakwaan JPU yang menyebutkan bahwa Wahyu Gunawan menyampaikan pesan dari Ketua PN Jakarta Selatan saat itu, Muhammad Arif Nuryanta. Pesan tersebut mengindikasikan bahwa uang suap yang telah diterima Ariyanto Bakri dari Ariyanto belum sesuai dengan permintaan.
Sebelumnya, Wahyu Gunawan diketahui telah menerima dana sebesar 2 juta Dolar Amerika Serikat atau setara Rp 32 miliar dari Ariyanto. Namun, jumlah tersebut dinilai belum memenuhi permintaan Arif yang mencapai Rp 60 miliar atau setara 3 juta Dolar Amerika Serikat.
Dalam perkara ini, Ary Bakri sendiri didakwa telah melakukan penyuapan terhadap para hakim. Tujuannya adalah agar tiga korporasi yang diwakilinya, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, dapat meraih vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.
Rincian aliran dana suap yang terungkap dalam dakwaan JPU cukup mencengangkan. Muhammad Arif Nuryanta, eks Ketua PN Jakarta Selatan, disebut menerima Rp 15, 7 miliar. Sementara itu, Wahyu Gunawan, panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, menerima Rp 2, 4 miliar. Djuyamto, selaku ketua majelis hakim, dikabarkan menerima Rp 9, 5 miliar. Dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing kebagian Rp 6, 2 miliar.
Perlu diketahui, ketiga korporasi yang diwakili oleh Ary Bakri adalah entitas bisnis besar di industri kelapa sawit. Permata Hijau Group membawahi PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit. Wilmar Group memiliki PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Sementara itu, Musim Mas Group terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
Menariknya, upaya suap ini akhirnya berujung pada vonis lepas terhadap ketiga korporasi tersebut oleh majelis hakim yang bersangkutan. (Wajah Koruptor)