Cyber Konseling di Kepolisian: Inovasi Digital Jaga Mental dan Harmoni Keluarga Personel Polri

12 hours ago 3

BJAKARTA - Di balik seragam gagah dan wibawa yang melekat pada tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), terdapat sisi lain yang jarang tersorot: pergulatan mental aparat penegak hukum. Setiap hari, personel Polri harus berhadapan dengan tindak kejahatan, ancaman fisik, bahkan situasi ekstrem yang berpotensi menimbulkan trauma mendalam. Tekanan tersebut tak hanya memengaruhi kinerja profesional, tetapi juga dapat merembet ke kehidupan pribadi, termasuk keharmonisan rumah tangga.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menegaskan bahwa ketahanan mental adalah fondasi utama bagi Polri yang kuat dan sehat. Polri tidak hanya diukur dari kecerdasan dan kekuatan fisik, melainkan juga dari kemampuan menjaga kestabilan psikologis.

“Personel yang tidak mampu mengelola stres lebih rentan mengalami konflik, baik di lapangan maupun dalam rumah tangga, ” tegasnya.

Profesi Penuh Tekanan, Risiko Tinggi

Studi global mencatat profesi kepolisian sebagai salah satu pekerjaan dengan tingkat stres paling tinggi. International Association of Chiefs of Police (IACP) mengungkap tingginya angka depresi, burnout, hingga perceraian di kalangan polisi dunia.

Situasi serupa kini mulai mengkhawatirkan di Indonesia. Tekanan kerja yang berat, jam dinas tak menentu, risiko kehilangan nyawa, serta kritik publik yang semakin tajam terhadap kinerja aparat, menjadikan isu kesehatan mental sebagai kebutuhan mendesak.

Hadirnya Cyber Konseling di Era Digital

Untuk menjawab tantangan tersebut, Polri mulai melirik cyber konseling layanan konseling berbasis digital yang memungkinkan personel mengakses dukungan psikologis tanpa harus bertatap muka langsung.

Bentuk layanan ini beragam, mulai dari pesan instan, video call, hingga platform aplikasi khusus. Kehadirannya dianggap solusi atas dua hambatan utama: keterbatasan akses dan stigma.

* Akses: Tidak semua personel bertugas di kota besar yang memiliki fasilitas psikologi memadai. Banyak yang ditempatkan di daerah terpencil.

* Stigma: Masih ada anggapan bahwa mencari bantuan psikologi identik dengan kelemahan, sehingga membuat anggota enggan datang ke ruang konseling.

Dengan cyber konseling, personel Polri dapat mengakses layanan psikologis secara lebih fleksibel, privat, dan mudah dijangkau di mana pun mereka bertugas.

Sentuhan untuk Keluarga dan Pernikahan

Cyber konseling tak hanya membahas stres kerja, tetapi juga menyentuh sisi personal, terutama kehidupan rumah tangga polisi. Beban kerja berat, jarak penugasan, dan trauma lapangan seringkali merusak kualitas komunikasi pasangan. Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi mengikis komitmen pernikahan.

Konseling daring memungkinkan pasangan ikut terlibat meski terpisah jarak. Mereka bisa membicarakan persoalan rumah tangga dengan lebih leluasa tanpa takut stigma. Pendekatan ini membantu memulihkan komunikasi, memperkuat komitmen, dan mengurangi konflik keluarga.

Literatur akademik menegaskan stres kronis dapat memperlemah komitmen pernikahan. Dalam konteks kepolisian, risiko ini jauh lebih tinggi dibanding profesi lain. Karena itu, konseling pernikahan digital dipandang sebagai langkah preventif sekaligus kuratif.

Legitimasi Internasional

Pentingnya layanan kesehatan mental di tubuh kepolisian juga ditegaskan oleh tokoh dunia.

* Sekjen PBB António Guterres menekankan bahwa kesehatan mental adalah inti dari ketahanan manusia.

* Sekjen Interpol Jürgen Stock menyatakan bahwa polisi modern harus didukung sistem kesejahteraan terintegrasi untuk menghadapi kompleksitas kejahatan global.

Kedua pernyataan tersebut memberi legitimasi internasional bagi Polri dalam mengembangkan cyber konseling sebagai bagian dari tren global.

Tantangan Implementasi

Meski menjanjikan, penerapan cyber konseling bukan tanpa kendala:

1. Stigma internal yang masih menghambat keterbukaan personel.

2. Keterbatasan psikolog di tubuh Polri, sehingga layanan belum merata.

3. Infrastruktur internet di daerah terpencil.

4. Keamanan data yang harus terjamin, mengingat isu mental dan keluarga sangat sensitif.

Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan langkah nyata: membangun budaya organisasi yang mendukung keterbukaan, mempercepat pelatihan konselor digital, mengembangkan layanan hybrid (daring dan tatap muka), serta memperkuat sistem keamanan data.

Lebih dari Sekadar Inovasi Teknologi

Jika berhasil diintegrasikan secara luas, manfaat cyber konseling tak hanya dirasakan personel Polri, tetapi juga masyarakat. Korban kejahatan digital atau kekerasan rumah tangga, misalnya, dapat terbantu melalui layanan ini.

Pada akhirnya, cyber konseling di kepolisian bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan transformasi budaya. Polri menunjukkan bahwa kesehatan mental dan keharmonisan keluarga anggota adalah bagian tak terpisahkan dari profesionalisme aparat.

Dengan mental yang kuat dan keluarga yang harmonis, Polri akan lebih siap menghadirkan pelayanan yang humanis, empati, dan profesional kepada masyarakat.

(Oleh: Andy Wasono)

(Humas/Redaksi (JIS) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |