INTERNASIONAL - Sebuah gemuruh politik internasional menggema pada Minggu, 21 September 2025, ketika tiga negara Barat terkemuka – Inggris, Australia, dan Kanada – secara bersamaan mengumumkan pengakuan kedaulatan Negara Palestina. Langkah monumental ini, yang secara dramatis membelok dari kebijakan luar negeri mereka sebelumnya, sontak memicu badai kemarahan dari Israel dan menempatkan Amerika Serikat di bawah sorotan tajam karena tetap teguh pada penolakannya.
Ketiga negara tersebut kini mencatatkan diri sebagai anggota pertama dari kelompok negara maju G7 yang berani mengambil sikap ini, sebuah langkah yang diperkirakan akan segera diikuti oleh Prancis. Selain itu, Portugal juga telah mengonfirmasi niatnya untuk menempuh jalur serupa, dengan pengumuman resmi yang dijadwalkan bertepatan dengan pembukaan Sidang Majelis Umum PBB di New York.
Pengakuan ini hadir di tengah situasi kemanusiaan yang memilukan di Jalur Gaza. Data dari Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 65.208 korban jiwa, mayoritas adalah warga sipil, akibat agresi Israel yang merupakan balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang merenggut 1.219 nyawa di Israel.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dalam sebuah pernyataan tegas di platform X, menegaskan, "Untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi rakyat Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina."
Senada dengan itu, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyampaikan pengakuan negaranya seraya membuka pintu kerja sama. "Kanada mengakui Negara Palestina dan menawarkan kemitraan kami untuk membangun janji masa depan yang damai, " ujarnya.
Sementara itu, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menegaskan keputusan negaranya berakar pada pengakuan "aspirasi sah dan lama rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri."
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, menyambut hangat pengakuan ini, menyebutnya sebagai "langkah penting dan perlu menuju tercapainya perdamaian yang adil dan abadi sesuai legitimasi internasional."
Namun, respons dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, jauh dari sambutan. Ia dengan keras mengecam langkah tersebut, menyebutnya "absurd" dan memberikan peringatan bahwa tindakan itu akan "membahayakan keberadaan Israel."
Bagi perjuangan Palestina, pengakuan dari tiga kekuatan Barat ini dianggap sebagai momen krusial. Meskipun bersifat simbolis, pengakuan ini merupakan pukulan diplomatik telak bagi Israel dan menempatkan Inggris, Australia, dan Kanada pada posisi yang berbeda dari sekutu utama mereka, Amerika Serikat.
Presiden AS, Donald Trump, usai pertemuannya dengan Keir Starmer dalam kunjungan kenegaraan pekan lalu, secara terbuka mengakui bahwa "salah satu dari sedikit perbedaan kami" dengan Inggris adalah mengenai status kenegaraan Palestina.
Hingga kini, lebih dari 140 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui kenegaraan Palestina. Dengan bergabungnya tiga negara besar Barat ini, peluang untuk menarik lebih banyak dukungan internasional semakin terbuka lebar, terutama menjelang Sidang Majelis Umum PBB yang dijadwalkan dimulai pada Senin, 22 September 2025, waktu setempat di New York. (PERS)