PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali melontarkan pernyataan provokatif terkait pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya serta sembilan wilayah lainnya yang mereka klaim sebagai "zona perang." Namun, pernyataan tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga tidak bisa dibenarkan secara hukum dan kemanusiaan. Sabtu 21 Juni 2025.
Kehadiran TNI: Langkah Konstitusional untuk Keamanan dan Kesejahteraan
Kehadiran TNI di wilayah Papua adalah langkah yang sah, legal, dan berlandaskan hukum yang berlaku. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan kesejahteraan rakyat, termasuk di wilayah perbatasan dan daerah rawan.
Pembangunan pos militer di wilayah-wilayah yang rawan konflik seperti Puncak Jaya bukanlah sebuah provokasi, melainkan langkah strategis untuk:
* Menjamin keselamatan masyarakat sipil,
* Menyediakan perlindungan terhadap pembangunan nasional, dan
* Mencegah penyebaran kekerasan oleh kelompok separatis bersenjata.
Pendekatan Humanis dan Kolaboratif TNI di Papua
TNI tidak hanya hadir sebagai penjaga keamanan, tetapi juga sebagai pembangun kedamaian. Melalui Inpres RI No. 9 Tahun 2020, TNI terlibat aktif dalam program percepatan pembangunan kesejahteraan Papua. Keberadaan TNI di Papua tidak hanya sebatas tugas militer, tetapi juga mencakup:
* Penyediaan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan,
* Pendampingan dan pemberdayaan masyarakat, serta
* Komunikasi sosial inklusif dengan seluruh pihak di Papua.
Dengan mengedepankan pendekatan teritorial yang humanis, TNI berupaya menjaga hak asasi manusia dan memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat Papua, baik asli Papua maupun non-Papua.
Ancaman TPNPB-OPM: Pelanggaran Hukum yang Harus Ditanggapi Tegas
Tindakan TPNPB-OPM yang mengancam masyarakat sipil dan menyerang fasilitas umum seperti guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur jelas melanggar hukum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai terorisme berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang menyebutkan bahwa penggunaan kekerasan untuk menimbulkan teror terhadap masyarakat sipil adalah tindak pidana.
Selain itu, TPNPB-OPM telah melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional yang mengatur tentang perbedaan antara kombatan dan sipil, proporsionalitas dalam penggunaan kekuatan, dan pencegahan serangan yang tidak terencana.
Kesimpulan: TNI Hadir untuk Menjaga NKRI dan Kesejahteraan Masyarakat Papua
Kehadiran TNI di Papua bukanlah untuk menciptakan ketegangan, melainkan untuk menjamin hak dasar seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat asli Papua. Setiap langkah yang diambil oleh TNI selalu berlandaskan konstitusi dan hukum yang berlaku, dengan akuntabilitas, profesionalitas, dan komitmen pada Hak Asasi Manusia (HAM)**.
Upaya TPNPB-OPM untuk menyebarkan ketakutan melalui kekerasan bersenjata dan propaganda separatisme harus ditanggapi dengan tegas. TNI akan terus menjalankan tugasnya profesional, penuh tanggung jawab, dan berkomitmen terhadap penegakan hukum, perdamaian, dan integritas wilayah NKRI.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono