Membangun Kemandirian Petani Lewat Kompos, Herman Djide: Menyuburkan Tanah, Menyelamatkan Masa Depan

2 hours ago 3

PANGKEP SULSEL - Musim hujan selalu menjadi penanda dimulainya masa tanam padi bagi petani. Namun, di balik semangat menanam, ada persoalan klasik yang terus membayangi: ketergantungan pada pupuk kimia. Tahun demi tahun, petani terjebak dalam lingkaran biaya tinggi dan dampak negatif bagi tanah yang semakin sulit dipulihkan.

Sudah saatnya kita melihat masalah ini dengan kacamata berbeda. Pupuk kimia memang memberikan hasil cepat, tetapi efek jangka panjangnya ibarat racun yang perlahan menggerogoti kesuburan tanah. Tanah yang dulu gembur dan penuh kehidupan, kini banyak yang berubah menjadi keras, miskin unsur hara, dan bergantung pada zat kimia untuk bisa menumbuhkan tanaman.

Di sinilah kompos hadir sebagai solusi nyata. Kompos bukan sekadar pupuk alternatif, melainkan simbol kemandirian petani. Dengan membuat kompos sendiri, petani tidak lagi tergantung pada harga pupuk di pasaran yang sering melonjak tanpa kendali. Lebih dari itu, mereka mengembalikan kehidupan ke dalam tanah yang menjadi sumber rezeki.

Pembuatan kompos sejatinya tidak rumit. Bahan-bahannya melimpah di sekitar kita: jerami padi, daun kering, sisa sayuran, bahkan kotoran ternak. Semua yang tadinya dianggap sampah dapat diubah menjadi sumber kesuburan. Petani hanya butuh kemauan, sedikit waktu, dan pengetahuan dasar untuk memulai.

Keuntungan kompos tidak berhenti di biaya produksi yang lebih rendah. Kompos menjaga keseimbangan mikroorganisme tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, dan membuat padi lebih tahan terhadap penyakit. Dengan kata lain, kompos bekerja secara alami, tanpa meninggalkan residu berbahaya.

Sayangnya, masih ada anggapan bahwa membuat kompos itu merepotkan. Padahal, kerepotan ini hanyalah di awal. Begitu prosesnya dipahami, kompos bisa dihasilkan secara rutin, bahkan dalam jumlah besar jika dikerjakan secara gotong royong. Banyak kelompok tani yang sudah membuktikannya.

Kita tidak boleh lupa bahwa tanah adalah warisan yang harus kita jaga untuk generasi berikutnya. Jika kita terus memaksanya dengan pupuk kimia tanpa memberi waktu untuk memulihkan diri, tanah akan kehilangan daya produksinya. Ketika itu terjadi, kita akan menghadapi masalah yang jauh lebih besar: krisis pangan.

Mengandalkan pupuk kimia ibarat menabung masalah di masa depan. Sebaliknya, mengandalkan kompos berarti menanam investasi untuk masa depan pertanian yang berkelanjutan. Pilihan ada di tangan kita, dan keputusan harus diambil sekarang, bukan nanti.

Perubahan ini memang membutuhkan kesadaran kolektif. Pemerintah daerah, penyuluh pertanian, dan masyarakat harus bersinergi dalam memberikan pelatihan, menyediakan fasilitas, serta memotivasi petani agar mau beralih ke pupuk organik. Tidak cukup hanya dengan himbauan; perlu contoh nyata dan dukungan berkelanjutan.

Musim hujan yang sebentar lagi tiba adalah momen terbaik untuk memulai. Dengan menyiapkan kompos dari sekarang, petani akan punya cadangan pupuk organik saat masa tanam dimulai. Ini bukan hanya menghemat biaya, tetapi juga menjaga kesehatan lahan.

Kita juga harus mengubah pola pikir bahwa pertanian modern identik dengan bahan kimia. Pertanian yang benar-benar modern justru adalah pertanian yang mampu memanfaatkan sumber daya lokal secara maksimal, termasuk mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Jika setiap petani mau membuat kompos secara mandiri, kita tidak hanya menyelamatkan tanah dari kerusakan, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan. Lebih dari itu, kita mengirimkan pesan kepada generasi muda bahwa bertani bisa dilakukan dengan cara yang cerdas, hemat, dan ramah lingkungan.

Kemandirian petani bukan mimpi. Ia adalah kenyataan yang bisa kita wujudkan mulai hari ini. Kompos adalah langkah kecil yang akan membawa perubahan besar—bagi tanah, bagi petani, dan bagi masa depan kita bersama. 

cara membuat kompos dengan langkah sederhana tapi efektif, supaya hasilnya cepat matang, tidak berbau, dan kaya unsur hara.

Bahan yang Dibutuhkan

1. Bahan “cokelat” (kaya karbon)

Daun kering, jerami, sekam padi, kardus/koran yang dicacah.

2. Bahan “hijau” (kaya nitrogen)

Sisa sayuran, rumput segar, kotoran ternak (tidak bercampur plastik), ampas kopi/teh.

3. Air

Untuk menjaga kelembapan.

4. EM4 atau aktivator lain (opsional)

Mempercepat proses penguraian.

5. Alat

Cangkul/sekop, wadah atau lubang tanah

Langkah-langkah

1. Siapkan tempat kompos

Bisa berupa lubang di tanah (kedalaman ±50 cm) atau wadah terbuka (drum, kotak kayu).

2. Susun bahan secara berlapis

Lapisan bawah: bahan cokelat (daun kering, jerami).

Lapisan berikutnya: bahan hijau (sisa dapur, rumput segar)

Ulangi hingga bahan habis.

3. Jaga kelembapan

Siram sedikit air jika terlalu kering. Kompos harus lembap seperti spons basah, tapi tidak becek.

4. Tambahkan aktivator

Larutkan EM4 dalam air, siram ke tumpukan. Jika tidak ada EM4, bisa pakai air cucian beras atau gula merah cair.

5. Aduk secara berkala

Setiap 5–7 hari, balik tumpukan untuk memberi oksigen dan mempercepat pembusukan.

6. Cegah bau dan hama

Tutup tumpukan dengan karung goni atau daun pisang. Hindari memasukkan daging, minyak, dan plastik.

7. Pantau suhu

Dalam 1–2 minggu awal, tumpukan akan terasa hangat (tanda penguraian aktif)

8. Panen kompos

Setelah ±1–2 bulan (tergantung bahan dan kondisi), kompos siap jika warnanya cokelat kehitaman, teksturnya remah, dan tidak berbau busuk.

💡 Tips agar kompos cepat jadi:

Perbandingan ideal bahan cokelat : hijau = 3 : 1. Potong kecil-kecil semua bahan sebelum ditumpuk.Jangan terlalu basah (bisa anaerob dan berbau busuk).

Pangkep 15 Agustus 2025

Herman Djide 

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Jurnalis Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Pangkep 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |