Mengakhiri Pola Pemerintahan Seremonial

5 hours ago 3

OPINI -   Sudah terlalu lama birokrasi daerah hidup dalam atmosfer yang seremonial. Di banyak tempat, pemerintahan dibangun bukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan untuk terlihat sibuk. Program dirancang agar mudah dipublikasikan, bukan mudah diukur. Kepala daerah sibuk meresmikan, membuka, meluncurkan—dengan barisan OPD di belakangnya lebih sibuk menyiapkan panggung daripada isi. Kadang acaranyapun dipenuhi ASN (gampang untuk 'diayoh'), minim partisipasi masyarakat.

Fenomena ini menjadi pola dominan yang nyaris normal: kebijakan tanpa indikator kinerja, proyek tanpa arah keberlanjutan. Banyak OPD kehilangan fungsi strategisnya karena lebih difungsikan sebagai tim protokoler yang menebar pujian ketimbang perancang solusi. Yang diutamakan bukan capaian, tapi seremoni; bukan substansi, tapi simbol.

Kementerian Dalam Negeri mencatat lebih dari 60 persen program unggulan kepala daerah tidak memiliki indikator keberhasilan yang terukur. Padahal, anggaran terus naik, keluhan masyarakat tetap sama. Artinya, ada yang salah dalam cara kita mengelola pemerintahan daerah. Prof. Eko Prasojo dari Universitas Indonesia menyebutnya sebagai kegagalan tata kelola: ketika birokrasi lebih sibuk menyenangkan atasan daripada melayani warga.

Namun tidak semua daerah terjebak pada pola lama. Kota Semarang dan Kabupaten Banyuwangi menunjukkan bahwa birokrasi bisa bekerja tanpa perlu hingar-bingar. Semarang membangun sistem kendali berbasis data dan mengelola target lintas sektor. Banyuwangi menyusun indikator triwulanan, membuka data kepada publik, dan melibatkan warga dalam evaluasi. Hasilnya: pembangunan berjalan lebih stabil, birokrasi lebih efisien, dan kepercayaan publik meningkat.

Contoh serupa terlihat di luar negeri. Selandia Baru sejak 2019 mengadopsi 'Wellbeing Budget'—anggaran negara yang diukur bukan dari pertumbuhan ekonomi semata, tetapi dari peningkatan kualitas hidup warganya.

Estonia melangkah lebih jauh: hampir semua layanan publik tersedia secara daring, cepat, dan tanpa seremoni. Pemerintah bukan lagi wajah yang muncul di media, melainkan sistem yang bekerja di balik layar.

Apa pelajaran pentingnya?

Pemerintahan yang efektif lahir dari keberanian mengubah cara pandang. Dari panggung ke sistem. Dari pencitraan ke kinerja. Pemerintah daerah harus berhenti menjadi pengatur acara dan mulai menjadi pemecah masalah. OPD bukan pelayan seremoni, tapi arsitek perubahan.

Sudah saatnya paradigma ini dibalik. Rakyat tak butuh baliho, mereka butuh layanan. Mereka tak menuntut pemimpin yang rajin hadir di acara, melainkan yang hadir dalam solusi. Maka, semakin cepat kita meninggalkan pemerintahan simbolik-populis, semakin besar peluang kita membangun masa depan yang sungguh-sungguh berpihak pada publik.

 Oleh: Indra Gunady

Read Entire Article
Karya | Politics | | |