TANA TORAJA - Penyegelan usaha THM seperti Karaoke di Kabupaten Tana Toraja kini menuai pertanyaan besar terhadap penerapan Perda nomor 2 tahun 2019, Jumat (25/7/2025).
Pasalnya, pihak Pemerintah Daerah Tana Toraja melalui OPD Satpol PP sebagai pelaksana pengawal Perda langsung melakukan penindakan pemberian sanksi penyegelan tanpa memperhatikan prosedur serta mekanisme tahapan atau langkah pemberlakuan sanksi bagi tempat hiburan sebagaimana yang diamanatkan Perda nomor 2 tahun 2019 itu sendiri.
Dalam Pasal 66 ayat (2) Perda Nomor 2 Tahun 2019 dijelaskan bahwa setiap orang atau badan usaha yang melanggar diberikan sanksi administratif berupa; teguran lisan, teguran tertulis, pengawasan, penghentian sementara kegiatan, penghentian tetap kegiatan;
Kemudian, pembekuan izin; pencabutan sementara izin, pencabutan tetap izin, selanjutnya penyegelan; denda administratif; dan/ atau pembongkaran.
Hal inipun mendapatkan tanggapan serius dari Jerib Rakno Talebong, S.H., M.H selaku praktisi hukum yang berprofesi sebagai pengacara di Tana Toraja.
Jerib Rakno Talebong yang ditemui hari Jumat (25/7) di salah satu Warkop di Makale mengatakan bahwa penerapan sanksi berupa penyegelan sebagaimana dalam perda yang dimaksud, sesungguhnya tidak relevan.
"Kalau penyegelan, berarti itu sudah pada tindakan pelanggaran berat seperti ada kegiatan atau kejadian tindak pidana di situ yang tidak sesuai izinnya dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap seperti adanya terjadi transaksi narkoba, perjudian, perkelaian sampai ada mayat, kemudian mempekerjakan anak di bawah umur hingga adanya kegiatan seks bebas di tempat tersebut. Itu semua harus dibuktikan bukan berasumsi atau tanpa putusan pengadilan, jadi penyegelan tersebut sebenarnya belum relevan dilakukan, " sebut Jerib Rakno Talebong.
Selain itu, Jerib Rakno Talebong juga menekankan bahwa seharusnya Pemda melalui tim penertiban dan pindahkan atau penegakan itu harusnya lebih mengedepankan asas profesionalitas, proporsionalitas dan humanitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kan sangat jelas dalam perda tersebut jika upaya penegakan itu harus mengedepankan asas profesionalitas, proporsionalitas dan humanitas. Dan sanksi administratif itu juga dalam perda tersebut harusnya dilakukan dengan mekanismenya sesuai urutannya, " jelas Jerib.
Lanjut, ini kan juga termasuk sikap perbuatan yang tidak memberikan rasa nyaman terhadap pelaku usaha dengan cara langsung main segel. Sanksinya harusnya diawali teguran lisan baru tertulis kemudian jika masih tetap melanggar baru bisa dihentikan sementara hingga pencabutan izin dan penyegelan.
Selaku pengacara, Jerib Rakno Talebong juga menekankan hingga sinyal warning terhadap penegakan perda tersebut yang seolah tidak mengindahkan aturan perundang-undangan lebih di atasnya seperti Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi payung hukum dari izin legalitas usaha para warga negara Indonesia.
(Wid)