Polres Karawang - Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, keberagaman suku, agama, budaya, dan kepentingan merupakan kekayaan sosial yang patut dijaga. Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan tersebut dapat memicu gesekan sosial dan konflik komunal yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan serta kerukunan antarwarga. Menyikapi hal itu, Kompol Gilang Akbar, S.I.K., Serdik Sespimmen Dikreg ke-65 Gelombang II T.A. 2025, menegaskan pentingnya peran Polri sebagai fasilitator dialog sosial dalam mencegah, meredam, dan menyelesaikan konflik di tengah masyarakat.
Sebagai perwira yang pernah bertugas di Polres Karawang, Kompol Gilang memahami betul dinamika sosial masyarakat Karawang yang sangat heterogen, terdiri dari berbagai latar belakang budaya dan kepentingan ekonomi yang kompleks. Menurutnya, potensi gesekan sosial bisa timbul di mana saja, mulai dari perbedaan pandangan, kesalahpahaman, hingga perebutan kepentingan antar kelompok. Di sinilah, katanya, peran polisi bukan sekadar penegak hukum, tetapi juga penjaga harmoni sosial dan mediator di tengah perbedaan.
Dalam pandangan ilmiahnya, Kompol Gilang menjelaskan bahwa paradigma kepolisian modern menuntut Polri untuk tidak hanya mengedepankan pendekatan represif, tetapi juga mengutamakan pendekatan preventif dan humanis. Polisi harus hadir di tengah masyarakat sebagai pihak netral yang membangun komunikasi, membuka ruang dialog, dan memfasilitasi penyelesaian masalah secara damai.
“Polisi tidak cukup hanya hadir setelah konflik terjadi, tetapi harus mampu membaca tanda-tanda sosial, memahami akar permasalahan, dan membangun jembatan komunikasi sebelum gejolak meluas, ” ujar Kompol Gilang Akbar.
Ia menilai, deteksi dini dan analisis sosial merupakan langkah strategis yang wajib dilakukan oleh jajaran kepolisian, terutama di wilayah dengan mobilitas tinggi seperti Karawang — di mana terdapat kawasan industri, perumahan padat, serta percampuran sosial antarpendatang dan warga lokal. Melalui peran Bhabinkamtibmas dan kemitraan masyarakat, Polres Karawang dapat mengidentifikasi potensi konflik sejak dini serta menjalin komunikasi aktif dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat desa.
Ketika konflik mulai muncul, polisi berperan sebagai mediator netral dalam forum dialog atau musyawarah. Dengan pendekatan persuasif, polisi memastikan semua pihak memiliki kesempatan menyampaikan aspirasinya, dan bersama-sama mencari solusi yang adil dan saling menghormati. Polri, kata Kompol Gilang, harus mampu membangun kepercayaan dan menghadirkan rasa keadilan sosial di tengah perbedaan pandangan.
Selain itu, sinergi antara Polri, pemerintah daerah, lembaga sosial, dan organisasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan mekanisme penyelesaian konflik yang berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor ini tidak hanya menyelesaikan konflik yang sedang terjadi, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial masyarakat agar potensi konflik serupa dapat dicegah di masa depan.
Kompol Gilang mencontohkan, pendekatan semacam ini telah terbukti efektif ketika Polres Karawang berhasil meredam potensi konflik antarwarga di wilayah pesisir dan kawasan industri melalui mediasi terbuka yang melibatkan unsur pemerintah desa dan tokoh masyarakat. Pendekatan komunikasi dan empati tersebut mampu mencegah eskalasi kekerasan sekaligus memulihkan hubungan sosial antar kelompok.
“Menjaga keamanan tidak selalu harus dengan kekuatan, tetapi dengan komunikasi, kepercayaan, dan kehadiran yang menenangkan. Polisi yang mampu mendengar dan memahami masyarakatnya adalah polisi yang benar-benar dicintai rakyat, ” tutup Kompol Gilang Akbar. (Lex)