JAKARTA - Keputusan mengejutkan datang dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) hari ini, Selasa (23/9/2025). Hakim tunggal Saut Erwin Hartono menolak mentah-mentah gugatan praperadilan yang diajukan oleh Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, alias Rudy Tanoesoedibjo. Gugatan ini terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi distribusi bantuan sosial (bansos) tahun 2020. Bagi saya, keputusan ini menegaskan betapa seriusnya penegakan hukum dalam kasus yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Hakim Saut Erwin Hartono dalam putusannya menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memenuhi prosedur hukum yang berlaku. Fakta hukum membuktikan bahwa KPK telah memulai penyidikan dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang telah diberitahukan kepada Rudy Tanoesoedibjo.
"Maka diperoleh fakta hukum bahwa Termohon (KPK) telah memulai penyidikan dengan membuat dan menerbitkan surat perintah penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang telah diberitahukan kepada Pemohon (Rudy Tanoesoedibjo), " ujar hakim tunggal Saut Erwin Hartono di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).
Lebih lanjut, hakim menjelaskan bahwa setelah sprindik dan SPDP dikirimkan, KPK telah memanggil Rudy Tanoesoedibjo untuk dimintai keterangan. Namun, Rudy Tanoesoedibjo justru diketahui meminta penundaan pemeriksaan sebanyak tiga kali. Situasi ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa seseorang yang merasa tidak bersalah justru berulang kali menunda klarifikasi?
"Kemudian Termohon telah memanggil Pemohon untuk dimintai keterangannya. Akan tetapi Pemohon meminta penundaan sebanyak tiga kali, kemudian Termohon melakukan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi, " ungkap hakim.
Tak hanya itu, hakim juga membeberkan bahwa KPK telah melakukan penyitaan dan penerimaan barang bukti surat yang relevan dengan perkara tersebut. Hal ini menjadi pijakan kuat bagi hakim untuk menyatakan bahwa penetapan Rudy Tanoesoedibjo sebagai tersangka didasarkan pada tiga alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Menimbang, bahwa sebagaimana uraian fakta hukum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penetapan Pemohon sebagai tersangka berdasarkan tiga alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, yaitu surat dokumen, keterangan sejumlah orang yang terkait atau relevansi dengan perkara a quo yang dimaknai sebagai keterangan saksi dan ahli, " tegas hakim.
Fakta lain yang terungkap adalah bahwa Rudy Tanoesoedibjo sebelumnya juga telah pernah diperiksa dalam tahap penyelidikan terkait perkara yang sama. Dengan demikian, hakim menegaskan bahwa penetapan tersangka oleh KPK terhadap Rudy Tanoesoedibjo adalah sah menurut hukum.
"Maka penetapan Pemohon sebagai tersangka haruslah dinyatakan sah menurut hukum, dengan demikian terhadap permohonan Pemohon pada petitum kedua dan ketiga haruslah ditolak, " pungkas hakim.
Kasus ini bermula pada Agustus 2025, ketika KPK mengumumkan penetapan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi distribusi bansos di Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020. Kelima tersangka tersebut terdiri dari tiga individu dan dua korporasi. KPK juga telah melakukan pencegahan terhadap empat orang untuk bepergian ke luar negeri terkait kasus ini, termasuk Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT), Direktur Operasional DNR Logistics tahun 2021-2024 Herry Tho (HT), Dirut DNR Logistics tahun 2018-2022 Kanisius Jerry Tengker (KJT), dan Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial Kemensos, Edi Suharto (ES). Informasi mengenai identitas tersangka lain baru terungkap ketika Rudy Tanoesoedibjo mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jaksel dengan nomor perkara 102/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Dalam gugatannya, Rudy meminta hakim PN Jaksel membatalkan penetapan tersangka oleh KPK terhadap dirinya. (PERS)