Transportasi, Hilirisasi dan Efek Pengganda: Jalan Panjang Ekonomi Sumatera Barat

3 months ago 33

"𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑖𝑏𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑗𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑏𝑎-𝑙𝑎𝑏𝑎: 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑔𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎 𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛."

OPINI -   Ketika berbicara tentang Sumatera Barat, kebanyakan orang langsung teringat keindahan alam dan cita rasa kulinernya. Pariwisata dan rendang memang sudah menjadi ikon, dikenal hingga mancanegara.

Namun, denyut utama perekonomian Sumbar sesungguhnya tidak hanya berada di sektor yang mudah difoto atau dipromosikan. Ia mengalir di jalur-jalur distribusi barang, di gudang-gudang logistik, di jaringan internet yang menghubungkan pedagang desa dengan pembeli kota, hingga di kebijakan fiskal yang memengaruhi seluruh lapisan usaha.

Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) menggunakan Data Time series PDRB Menurut Lapangan Usaha (2020-2024). Terdapat enam sektor basis yang memiliki keunggulan kompetitif nasional di Sumbar adalah: transportasi dan pergudangan (LQ 14, 92), informasi dan komunikasi (4, 18), jasa keuangan dan asuransi (2, 59), administrasi pemerintahan (2, 45), perdagangan besar dan eceran (1, 83), serta pertanian–kehutanan–perikanan (1, 68).

Tingginya angka LQ transportasi menunjukkan kapasitas logistik Sumbar yang jauh di atas kebutuhan internal. Ini menandakan posisi strategis Sumbar sebagai simpul distribusi di pantai barat Sumatera.

Keterkaitan yang Saling Menghidupi

Enam sektor basis ini saling terkait dalam ekosistem ekonomi. Transportasi yang efisien memperlancar perdagangan, perdagangan yang hidup mendorong produksi pertanian, sementara pertanian yang produktif memberi bahan baku bagi industri pengolahan. Sebaliknya, hambatan di salah satu sektor bisa menahan laju sektor lain.

Simulasi input–output

Dari simulasi input-output yang dilakukan, menunjukkan tiga sektor dengan efek pengganda tertinggi adalah transportasi–pergudangan, perdagangan, dan industri pengolahan. Setiap kenaikan Rp 1 permintaan akhir di sektor-sektor ini dapat memicu kenaikan total output ekonomi hingga hampir Rp 1, 8.

Dampak ini terasa luas: truk pengangkut hasil tani dari Solok yang bisa mengirim lebih cepat ke daerah lain, kapal di Pelabuhan Teluk Bayur yang mengangkut produk olahan kelapa sawit ke luar daerah, hingga warung kecil di Payakumbuh yang mendapat pasokan dagangan lebih lancar.

Tantangan Konektivitas

Meski potensinya besar, Sumbar masih menghadapi tantangan konektivitas fisik dan digital. Di jalur distribusi utama, ada titik-titik sempit yang menghambat kelancaran arus barang. Kapasitas pelabuhan masih terbatas untuk mendukung peran sebagai pusat logistik regional. Di sisi lain, kesenjangan akses internet di wilayah pedesaan membuat pelaku UMKM sulit memaksimalkan potensi e-commerce. Ketimpangan ini menjadi ironi.

Di satu sisi, Sumbar memiliki kekuatan basis di logistik dan perdagangan. Di sisi lain, sebagian pelaku usaha kecil di nagari masih bergantung pada pola distribusi konvensional yang memakan waktu dan biaya lebih besar.

Peluang Transformasi Ekonomi

Jika tantangan tersebut diatasi, peluang yang terbuka cukup luas. Pembangunan pusat distribusi modern dengan konektivitas multimoda akan mempercepat arus barang dari dan ke Sumbar. Hilirisasi pertanian—misalnya pengolahan kopi, kakao, atau perikanan—dapat menahan nilai tambah tetap di daerah.

Digitalisasi UMKM melalui pelatihan pemasaran daring dan integrasi ke e-catalog pemerintah bisa memperluas pasar mereka. Akses keuangan yang lebih inklusif, termasuk asuransi mikro, akan membuat pelaku usaha kecil lebih berani mengambil risiko investasi. Skema kemitraan pemerintah–swasta (PPP) juga dapat mempercepat pembangunan infrastruktur produktif tanpa membebani APBD secara berlebihan.

Arah Kebijakan yang Diperlukan

Ke depan, Sumbar perlu fokus pada sektor-sektor dengan 'multiplier effect' tinggi. Kebijakan pembangunan harus mengutamakan penguatan konektivitas fisik dan digital sebagai “pembuluh darah” perekonomian.

Hilirisasi pertanian bukan sekadar jargon, tetapi strategi untuk memastikan setiap komoditas yang keluar dari Sumbar membawa nilai tambah (value added) maksimal.

Integrasi UMKM ke rantai pasok perdagangan besar juga penting, agar pelaku kecil tidak berjalan sendirian. Belanja publik dapat diarahkan sebagai pemicu investasi swasta, bukan sekadar pengeluaran rutin.

Dengan strategi seperti ini, pertumbuhan ekonomi Sumbar tidak hanya terlihat di angka statistik, tetapi benar-benar dirasakan oleh masyarakat—dari nelayan di Mentawai, petani di Tanah Datar, hingga pedagang kecil di Pasar Raya Padang.

Ekonomi yang tumbuh merata membutuhkan keberanian untuk memprioritaskan sektor yang menjadi 'daya ungkit' terbesar. Jika dikelola dengan tepat, Sumatera Barat dapat menjadi contoh provinsi yang memadukan kekuatan sektor tradisional dan modern, menjaga keseimbangan antara pesona budaya dan daya saing ekonomi. (*IG)

Penulis: Indra Gusnady, SE, M.Si
Pengamat Ekonomi Regional & Kebijakan Publik

Read Entire Article
Karya | Politics | | |