UNGARAN - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyoroti sejumlah kendala serius yang menghambat keberhasilan program Koperasi Merah Putih. Tiga pilar utama yang disorot adalah ketidaksempurnaan regulasi, kesulitan akses permodalan, serta kurangnya kesiapan sumber daya manusia (SDM) pengelola.
"Persoalan Koperasi Merah Putih ini sangat kompleks. Dari sisi regulasi saja belum kokoh, sementara koordinasi antar lini juga belum berjalan seperti yang diharapkan, " ujar anggota DPD RI Muhdi di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (10/10/2025).
Pernyataan ini disampaikan Muhdi dalam acara "Dialog dan Penyerapan Aspirasi" yang dihadiri oleh para camat, kepala desa, serta pengurus koperasi di Ungaran, Jawa Tengah. Ia mengamati, banyak pelaku koperasi awalnya berasumsi bahwa pembentukan Koperasi Merah Putih akan serta merta dibarengi dengan berbagai fasilitas, termasuk dukungan permodalan yang memadai.
Namun, realitasnya justru bertolak belakang. Wakil Ketua Komite I DPD RI ini mengungkapkan betapa beratnya persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suntikan modal. "Syaratnya tidak mudah. Harus memiliki anggota minimal 500 orang, tempat usaha. Bahkan, kalau mau membuka unit simpan pinjam, modal awalnya bisa sampai Rp500 juta, " bebernya.
Persyaratan tersebut dinilai Muhdi sangat memberatkan, terutama bagi koperasi-koperasi baru atau yang pembentukannya bersifat "top down", bukan tumbuh organik dari bawah. Menanggapi hal ini, ia menekankan urgensi pemerintah untuk segera memperkuat kerangka regulasi dan membentuk koperasi sekunder yang bertugas mengoordinasikan koperasi-koperasi primer.
Lebih lanjut, mantan Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris) ini juga mendesak adanya dukungan nyata dari pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Jika melalui Himbara (Himpunan Bank Negara) syarat permodalannya berat, mestinya pemerintah memberi kemudahan dulu, misalnya hibah untuk investasi awal seperti tempat usaha, " pungkasnya.
Ia juga mengusulkan agar BUMN dapat berperan sebagai mitra khusus, bukan sekadar pelaku usaha umum. Bentuk dukungannya bisa berupa bantuan operasional melalui skema peminjaman sarana usaha. "Misalnya, bagi koperasi yang bergerak di bidang gas, BUMN dapat meminjamkan tabung gas agar koperasi bisa segera beroperasi tanpa terbebani modal awal yang besar, " contohnya.
Selain isu permodalan, Muhdi juga menyoroti kelemahan SDM pengelola koperasi. Banyak koperasi yang dibentuk secara terburu-buru, sehingga mengakibatkan pengurusnya belum memiliki kapasitas yang memadai. "Karena proses pembentukan dilakukan tergesa-gesa, banyak pengurus yang belum siap dan belum fokus. Bahkan, di lapangan ada (pengurus, red.) yang masih menjalankan usaha lain di luar koperasi, " keluhnya.
Kunjungan kerja DPD RI di Kantor Kelurahan Kalirejo, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, juga diisi dengan program tebus murah sembako bagi 300 masyarakat tidak mampu dan penyerahan bantuan peralatan olahraga. (PERS)