LHOKSEUMAWE - Langkah hukum semakin dekat bagi empat tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Politeknik Negeri Lhokseumawe. Tim Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, pada Kamis (2/10/2025), telah memindahkan keempat individu tersebut dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) II Lhokseumawe menuju Rumah Tahanan Negara (Rutan) Banda Aceh di Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Keputusan ini diambil setelah berkas perkara dinyatakan lengkap alias P21 dan siap untuk dibawa ke meja hijau.
Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Feri Mupahir SH MH, didampingi Kepala Seksi Intelijen, Therry Gutama SH MH, memberikan keterangan kepada Serambi pada Selasa (30/9/2025). Ia menjelaskan bahwa pelimpahan berkas dari Jaksa Penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah dilakukan sepekan sebelumnya. Setelah melalui proses penelitian yang cermat, berkas tersebut dinyatakan lengkap pada 29 September 2025. Hari berikutnya, Kamis (2/10/2025), tahap kedua pelaksanaan perkara, yaitu pelimpahan tersangka kepada JPU, pun dilaksanakan.
"Target kita, sebelum waktu 20 hari masa tahanan, JPU akan melimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh, " tegas Therry Gutama, SH MH.
Pemindahan para tersangka ke Rutan Kajhu ini akan berlangsung selama 20 hari. Periode ini krusial untuk mempersiapkan segala dokumen dan agenda persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh. Harapannya, proses peradilan dapat berjalan lancar dan tuntas dalam waktu yang telah ditentukan.
Proyek Pembangunan Rusun Politeknik Negeri Lhokseumawe sendiri merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2021-2022, didanai sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp 14.072.062.000, dengan pembayaran yang terbagi rata di kedua tahun pelaksanaan.
Proses penyelidikan kasus ini dimulai oleh Kejari Lhokseumawe pada 5 Juli 2024. Setelah serangkaian investigasi mendalam, status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan pada Kamis (8/8/2024). Hingga akhirnya, jaksa menetapkan empat tersangka yang diduga kuat terlibat dalam dugaan korupsi ini. Mereka adalah Haryanto, Direktur PT Sumber Alam Sejahtera yang memenangkan tender; T Faisal Riza, mantan Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Wilayah Sumatera I; Bambang Prayetno, mantan Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) di balai yang sama; serta Aulia Rizki, yang diduga meminjam atau menggunakan bendera PT Sumber Alam Sejahtera dengan memberikan imbalan.
Audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkap adanya kerugian negara yang signifikan dalam kasus ini, diperkirakan mencapai Rp 928.288.256. Angka ini menjadi bukti kuat perlunya penegakan hukum yang tegas untuk mengembalikan kepercayaan publik dan mencegah praktik serupa di masa mendatang.





































