WIRAUSAHA - Perusahaan legendaris yang didirikan oleh Surya Wonowidjojo ini belakangan santer diberitakan menghadapi isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karyawannya. Kondisi ini memunculkan pertanyaan tentang stabilitas bisnis sigaret yang telah lama menjadi primadona bagi keluarga Wonowidjojo.
Perjalanan bisnis Gudang Garam, yang kini dinakhodai oleh Susilo Wonowidjojo, memang sarat dengan kesuksesan. Di masa jayanya, kinerja perusahaan begitu gemilang, bahkan mengantarkan Susilo dan keluarganya menduduki peringkat keempat orang terkaya di Indonesia versi Forbes pada tahun 2019. Kekayaan mereka kala itu ditaksir mencapai US$6, 6 miliar, sebuah angka fantastis yang mencerminkan kekuatan bisnis rokok mereka.
Namun, angin perubahan tampaknya berembus kencang. Perbandingan data menunjukkan pergeseran signifikan. Jika pada tahun 2019 keluarga Wonowidjojo bertengger di posisi elit, pada tahun 2024, mereka terlempar ke peringkat 23. Penurunan peringkat ini seiring dengan merosotnya taksiran kekayaan mereka menjadi US$2, 9 miliar. Hal ini tentu menjadi refleksi tersendiri bagi perjalanan bisnis raksasa asal Kediri ini.
Susilo Wonowidjojo, generasi kedua dari pendiri Gudang Garam, memiliki kisah yang menarik. Lahir pada 18 November 1956, ia memilih untuk terjun langsung membantu bisnis sang ayah alih-alih menamatkan pendidikan menengah atas. Pengalaman langsung di lapangan memberikannya pemahaman mendalam tentang seluk-beluk industri rokok, mulai dari pengadaan bahan baku hingga manajemen produksi.
Perjalanannya di Gudang Garam dimulai sebagai Direktur Perseroan sejak 1976, lalu naik menjadi Wakil Presiden Direktur pada tahun 1990. Setelah mengabdi selama puluhan tahun, Susilo akhirnya memegang tampuk kepemimpinan sebagai Presiden Direktur Gudang Garam sejak Juni 2009, menggantikan kakak tertuanya, Rachman Halim. Sementara itu, saudara perempuannya, Juni Setiawati Wonowidjojo, kini menjabat sebagai Presiden Komisaris.
Di luar kendali langsung Gudang Garam, Susilo juga memegang peranan penting di berbagai anak usaha. Ia menjadi Presiden Komisaris PT Surya Madistrindo, distributor utama produk-produk Gudang Garam. Selain itu, ia juga menjabat komisaris di PT Surya Dhoho Investama, perusahaan yang membangun dan mengelola Bandar Udara Dhoho di Kediri. Perannya semakin luas sebagai Presiden Direktur PT Suryaduta Investama, perusahaan investasi yang merupakan pemegang saham pengendali PT Gudang Garam Tbk.
Kisah Gudang Garam tak terlepas dari sejarah panjang pendiriannya di Kediri pada tahun 1958 oleh Surya Wonowidjojo. Dari sebuah bisnis rumahan yang memproduksi sigaret kretek klobot dan linting-tangan, Gudang Garam tumbuh menjadi produsen sigaret terbesar di Tanah Air dan bahkan merambah pasar global. Permintaan yang terus meningkat mendorong perusahaan untuk ekspansi, membuka pabrik baru, dan berevolusi dari industri rumah tangga menjadi firma, lalu perseroan terbatas (PT) pada tahun 1971.
Dukungan fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) turut memperkuat perkembangan usaha ini. Puncaknya, pada tahun 1979, Gudang Garam mulai mengembangkan produk Sigaret Kretek Mesin (SKM). Tonggak sejarah penting lainnya adalah pencatatan saham perdana di pasar modal pada tahun 1990, yang mengubah statusnya menjadi perusahaan terbuka.
Perusahaan terus berinovasi dengan meluncurkan berbagai jenis rokok, termasuk kretek mild pada tahun 2002. Diversifikasi produk ini memungkinkan Gudang Garam menjangkau berbagai segmen selera konsumen. Pada tahun 2013, area produksi perusahaan telah berkembang pesat, mencapai 208 hektar yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Meskipun memiliki rekam jejak yang impresif, tak ada bisnis yang luput dari tantangan. Isu PHK massal yang menerpa ratusan karyawan kini menjadi sorotan. Pihak manajemen Gudang Garam sendiri membantah isu PHK massal tersebut. Menurut keterangan resmi, video yang beredar merupakan proses pelepasan 309 pekerja yang telah memasuki usia pensiun, memilih pensiun dini, atau berakhirnya masa kontrak kerja.
Manajemen menegaskan bahwa hal tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha dan operasional perusahaan. "Saat ini operasional perseroan berjalan seperti biasa, dari proses produksi hingga distribusi, " ujar Direktur & Corporate Secretary Gudang Garam Heru Budiman, Jumat (10/9).
Namun, Gudang Garam tidak menampik adanya lesunya daya beli di industri tembakau. Kondisi ini diperparah dengan maraknya peredaran rokok ilegal yang harganya jauh lebih terjangkau karena tidak dikenai cukai. "Perseroan akan terus berusaha berinovasi dengan produk-produk yang lebih sesuai dengan kondisi pasar yang ada, " tulis manajemen. (Wirausaha)