YALIMO - Suasana mencekam meliputi Kampung Elelim, Kabupaten Yalimo, ketika kerusuhan besar pecah akibat isu bernuansa SARA pada pekan lalu. Massa yang mengamuk membabi buta menyerang fasilitas umum, mengancam tenaga pengajar, hingga mengintimidasi masyarakat sipil. Namun di tengah kepanikan, prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI hadir dengan sikap berbeda: bukan sebagai penambah ketakutan, melainkan menjadi perisai hidup yang melindungi rakyat dari amukan massa.
Kerusuhan itu seketika menimbulkan ancaman besar bagi para guru, murid, dan warga sekitar. Menyadari situasi genting, prajurit Kopassus segera membentuk barisan pelindung. Mereka mengevakuasi puluhan tenaga pengajar dan anak-anak sekolah dari kepungan massa. Tanpa membalas serangan, mereka mengedepankan keberanian, kesabaran, dan empati di tengah hujan lemparan batu serta ancaman panah beracun.
Seorang prajurit bahkan mengalami luka parah akibat terkena lemparan batu dan anak panah beracun. Meski terluka, ia tetap berdiri di barisan depan, memastikan tidak ada satu pun guru maupun murid yang menjadi korban. Keberanian tanpa balasan represif itu menjadi bukti bahwa aparat hadir bukan untuk mencederai rakyat, melainkan melindungi dengan penuh ketulusan.
Apresiasi Tokoh Adat dan Pemerintah Daerah
Aksi heroik tersebut mendapat penghormatan dari tokoh masyarakat Yalimo. Ketua Dewan Adat Yalimo, Yonas Wanimbo, menegaskan bahwa dirinya menyaksikan langsung bagaimana prajurit Kopassus menahan diri meski terus diserang.
“Kalau saja mereka membalas, bisa lebih banyak korban. Tetapi mereka memilih menolong guru, anak-anak sekolah, dan masyarakat. Ini bukti ketulusan mereka menjaga Papua, ” ujarnya, Sabtu (20/9/2025).
Kepala Distrik Elelim, Lukas Kepno, juga memberikan apresiasi tinggi. Ia menilai keberanian para prajurit yang rela berdarah-darah demi rakyat menjadi teladan kemanusiaan.
“Mereka tidak menyerang balik, padahal punya kesempatan. Mereka hanya fokus melindungi. Inilah contoh nyata aparat yang benar-benar hadir untuk rakyat. Kami berharap masyarakat Yalimo belajar bahwa kekerasan hanya merugikan kita semua, ” ucapnya.
Kemanusiaan di Balik Seragam Militer
Dalam situasi paling genting, Kopassus tidak hanya mengamankan warga, tetapi juga berusaha menenangkan masyarakat yang ketakutan. Aksi ini memperlihatkan wajah lain aparat keamanan di Papua: tegas menghadapi ancaman, namun tetap sabar dan penuh empati.
Peristiwa di Yalimo menjadi saksi sejarah kecil tentang dedikasi dan ketulusan aparat. Prajurit yang terluka bukan hanya menanggung penderitaan fisik, tetapi juga menunjukkan komitmen tanpa pamrih demi keselamatan orang lain. Kisah ini menegaskan bahwa kehadiran aparat di Papua bukan sekadar operasi militer, melainkan sebuah misi kemanusiaan.
(APK/ Redaksi (JIS)