SEMARANG - Sebuah ironi pembangunan terjadi di Desa Randusari, Semarang. Sang kepala desa, Satu Budiyono, nekat mengubah kepemilikan sertifikat tanah kas desa menjadi atas nama pribadi. Langkah drastis ini dilakukan demi mewujudkan impian membangun gedung serbaguna, namun berujung petaka.
Satu Budiyono, setelah dilantik menjadi Kades Randusari pada tahun 2014, memiliki visi besar untuk membangun gedung serbaguna. Namun, pendanaan pembangunan tersebut tidak bersumber dari APBDes, melainkan dari pinjaman bank.
Terobosan yang ia lakukan adalah mensertifikatkan tanah kas desa seluas lebih dari 5.000 meter persegi yang sebelumnya masih atas nama orang lain, menjadi atas namanya sendiri. Dengan sertifikat yang sudah di tangan, ia kemudian membawanya ke bank milik pemerintah untuk dijadikan jaminan.
Dari agunan tanah kas desa tersebut, Satu Budiyono berhasil mendapatkan pinjaman senilai Rp 1, 4 miliar. Ia mengungkapkan bahwa niatnya mensertifikatkan tanah kas desa atas namanya adalah agar bisa dijadikan agunan bank. "Nah waktu itu, pada proses pembangunan gedung serbaguna. Pembangunan gedung serbaguna tidak menggunakan dana APBDes, " katanya.
Ia dan sekretaris desa saat itu sepakat untuk menamakan empat bidang tanah menjadi atas namanya. "Waktu itu tanggung jawab saya pribadi. Waktu itu saya pinjem sekitar Rp 1 Miliar, " ujarnya dalam sebuah kutipan.
Namun, mimpi indah itu kini berbenturan dengan kenyataan pahit. Akibat gagal bayar, tanah kas desa yang berharga itu kini terancam dilelang. Satu Budiyono mengaku bahwa kondisi ekonominya yang terpuruk, terutama sejak pandemi, membuatnya tidak mampu lagi mengangsur kewajibannya.
"Dulu lancar. Waktu Pandemi bisa dibilang bangkrut. Sehingga tidak bisa mengangsur kewajiban, " ungkapnya, menggambarkan kesulitan yang dialaminya. (PERS)