Kepemimpinan Daerah di Era Disrupsi, Lemhannas RI Perkuat Kepala Daerah Melalui KPPD

3 hours ago 1

JAKARTA - Dalam pusaran perubahan yang kian tak terduga, kepemimpinan daerah dituntut untuk tampil lebih tangguh dan adaptif. Menyadari urgensi ini, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia kembali menghadirkan Kursus Pemantapan Pimpinan Daerah (KPPD) Angkatan II Tahun 2025. Acara ini bukan sekadar pertemuan rutin, melainkan sebuah forum strategis yang dirancang khusus untuk menempa kapasitas para kepala daerah dalam menghadapi gelombang tantangan kebangsaan, menjaga ketahanan nasional, serta menavigasi disrupsi yang dibawa oleh arus globalisasi.

Sesi diskusi panel yang digelar pada hari Kamis, 6 November, menjadi panggung bagi para pakar Lemhannas RI untuk berbagi pandangan mendalam. Nama-nama seperti Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, DEA, IPU, Asean Eng, MAI; Mayjen TNI Dr. Rido Hermawan, M.Sc.; Mayjen TNI (Mar) Ipung Purwadi; dan Marcelino Pandin, Ph.D., hadir sebagai narasumber kunci yang siap mengupas tuntas berbagai isu krusial.

Mayjen TNI (Mar) Ipung Purwadi membuka forum dengan pemaparan yang kuat mengenai lanskap geopolitik dan pemahaman kebangsaan. Ia menekankan betapa vitalnya Wawasan Nusantara sebagai kompas utama bagi Indonesia dalam mengarungi samudra tantangan regional maupun global. Dalam pandangannya, Indonesia kini berada di persimpangan jalan persaingan kekuatan-kekuatan besar dunia, sehingga penguatan posisi sebagai negara kepulauan yang berdaulat mutlak diperlukan.

Berbagai isu strategis tak luput dari perhatiannya, mulai dari memanasnya konflik di Laut China Selatan, kerumitan perbatasan antarnegara, hingga ancaman ideologi transnasional yang terus merongrong. Tak hanya itu, Mayjen TNI (Mar) Ipung Purwadi juga mengingatkan bahwa nilai-nilai luhur kebangsaan di dalam negeri mulai tergerus oleh derasnya penetrasi budaya asing dan paham-paham ekstrem. “Globalisasi dan individualisme dapat mengikis semangat gotong royong dan solidaritas sosial, ” ungkapnya dengan nada prihatin.

Ia lantas menyerukan penguatan ketahanan di berbagai lini: maritim, siber, dan sosial budaya. Ini semua dianggap sebagai benteng pertahanan kokoh untuk mencegah disintegrasi bangsa. Sebagai bukti nyata implementasi Wawasan Nusantara dalam pembangunan, ia mencontohkan proyek-proyek monumental seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), pembangunan tol laut yang menghubungkan nusantara, hingga upaya digitalisasi layanan publik yang semakin memudahkan masyarakat.

Selanjutnya, Marcelino Pandin, Ph.D., mengambil alih panggung untuk membahas betapa pentingnya merajut kembali kesatuan wilayah dan menyelaraskan pandangan kebangsaan. Ia memaparkan bahwa keretakan sosial, jurang kesenjangan ekonomi yang kian melebar, serta menurunnya indeks negara hukum menjadi ancaman nyata yang dapat menggoyahkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Satukan pandangan untuk Indonesia berdaulat, ” serunya, mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu padu.

Marcelino menginspirasi para kepala daerah untuk aktif membangun narasi persatuan, menciptakan ruang yang kondusif bagi umpan balik publik, serta memperkuat komunikasi publik. Komunikasi yang ia maksud bukan sembarang komunikasi, melainkan yang berbasis data akurat dan cerita yang menggugah. Ia bahkan mengingatkan bahwa hanya dengan 3, 5% populasi yang tergerak, sebuah gerakan sosial masif dan berkelanjutan dapat terpicu. Dalam kerangka Asta Cita, ia menyoroti tantangan tata kelola pemerintahan, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, dan kendala pembiayaan di tingkat daerah yang memerlukan pendekatan sistemik dan kolaboratif untuk diatasi.

Beralih ke ranah ancaman yang lebih kontemporer, Mayjen TNI Dr. Rido Hermawan mengupas tuntas isu strategis terkait kewaspadaan nasional di tengah badai disrupsi informasi dan ancaman perang kognitif. Ia menegaskan bahwa medan pertempuran kini telah bergeser, tidak lagi hanya di ranah militer, namun merambah ke ranah informasi dan persepsi publik. “Pertahanan sejati adalah kemampuan berpikir jernih di tengah kabut informasi, ” tegasnya, menekankan pentingnya kejernihan berpikir di era banjir informasi.

Ia secara spesifik menyoroti bagaimana teknologi canggih seperti kecerdasan buatan generatif, analisis big data, dan teknologi deepfake dapat dimanfaatkan untuk membentuk opini publik secara manipulatif. Serangan siber yang kian marak, penyebaran hoaks yang seringkali bermuatan isu SARA, serta polarisasi digital yang memecah belah, disebut sebagai tantangan nyata yang mengancam stabilitas politik dan sosial di setiap daerah. Sebagai langkah antisipasi, ia mengusulkan pembentukan Satuan Tugas Ketahanan Informasi Daerah (SKID), peningkatan literasi digital yang kritis di kalangan masyarakat, serta penguatan sistem pertahanan siber yang mengadopsi arsitektur “zero-trust” untuk menjamin keamanan.

Menutup rangkaian diskusi yang mencerahkan, Prof. Dadan Umar Daihani memberikan perspektif yang lebih luas mengenai makna ketahanan nasional. Ia mendefinisikan ketahanan nasional sebagai energi kolektif bangsa yang multidimensi dan senantiasa dinamis. Ia menggambarkan kondisi dunia saat ini telah memasuki era BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible), yang dicirikan oleh ketidakpastian global yang ekstrem, disrupsi teknologi yang tak terhindarkan, serta krisis iklim yang kian mendesak. “Ketahanan nasional bukan hanya soal bertahan, tapi kemampuan bangkit dan beradaptasi, ” tegasnya, menekankan esensi ketahanan yang sesungguhnya.

Prof. Dadan menguraikan bahwa ketahanan nasional mencakup spektrum yang sangat luas, mulai dari aspek geografis, demografis, kekayaan sumber daya alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga pertahanan dan keamanan. Dalam konteks pembangunan bangsa, beliau menekankan kembali pentingnya Asta Cita sebagai panduan strategis untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, berkeadilan, dan berdaulat. Ia juga memaparkan contoh-contoh inspiratif dari daerah yang telah menunjukkan kepemimpinan transformatif, seperti Kutai Kartanegara dengan inovasi hilirisasi pertanian dan petrokimia, Lombok Tengah dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang mendunia, serta kiprah pembangunan di Jayapura.

Kegiatan KPPD Angkatan II Tahun 2025 ini terbukti menjadi ruang strategis yang tak ternilai bagi para kepala daerah. Di sini, mereka dapat memperkaya kapasitas kepemimpinan, memperdalam pemahaman tentang wawasan kebangsaan, dan menyelaraskan langkah-langkah strategis demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih efektif, berdaulat, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. (PERS) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |