PAPUA - Tanggal 1 Juli yang selama ini dianggap sebagai "hari kemerdekaan" oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) ternyata tidak mendapatkan sambutan dari masyarakat Papua. Bahkan, penolakan terhadap pengibaran bendera Bintang Kejora, simbol kelompok separatis tersebut, semakin meluas di berbagai wilayah di Papua. Keadaan ini memberikan kejutan besar bagi OPM yang selama ini mengklaim mendapatkan dukungan luas dari rakyat Papua.
Di sejumlah kabupaten seperti Jayapura, Wamena, Nabire, dan Yahukimo, masyarakat memilih untuk menjalani aktivitas mereka seperti biasa, tanpa terpengaruh dengan ajakan OPM. Tidak ada pengibaran bendera Bintang Kejora secara massal seperti yang sering disuarakan oleh kelompok separatis tersebut. Keadaan ini menjadi tamparan keras bagi OPM, yang selama ini menggembar-gemborkan bahwa perjuangan mereka didukung oleh masyarakat Papua.
Tokoh Masyarakat dan Agama Menyuarakan Penolakan
Tokoh masyarakat dari Pegunungan Tengah, Hendrik Yikwa, menegaskan bahwa warga Papua kini semakin cerdas dan sadar akan dampak buruk dari simbol-simbol yang diusung oleh OPM. Menurut Hendrik, simbol-simbol separatis seperti Bendera Bintang Kejora hanyalah alat politik yang tidak membawa kemajuan bagi Papua.
“Kami tidak butuh simbol. Kami butuh ketenangan, pembangunan, dan masa depan yang jelas. Bendera Bintang Kejora bukan jalan keluar. Itu hanya alat provokasi, ” tegas Hendrik, pada Rabu, 2 Juli 2025.
Menurutnya, pengibaran bendera separatis hanya akan memicu tindakan represif dan menjadikan masyarakat sipil sebagai korban. Hendrik juga menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat Papua sudah mulai menyadari bahwa OPM tidak membawa solusi, melainkan hanya mengundang ketegangan dan kekacauan yang merugikan.
Senada dengan Hendrik, tokoh agama asal Merauke, Pastor Albertus Kambu, turut mengutuk keras ajakan-ajakan OPM untuk mengibarkan Bintang Kejora. Pastor Albertus mengungkapkan bahwa OPM telah memanfaatkan isu ini untuk mempermainkan emosi rakyat Papua demi kepentingan politik kelompok mereka, tanpa memedulikan kesejahteraan masyarakat.
“Kami para pemuka agama mengajak masyarakat untuk tidak terprovokasi. OPM memanfaatkan simbol untuk kepentingan kelompok, bukan untuk kepentingan rakyat. Mereka membuat anak-anak muda Papua menjadi sasaran konflik. Ini sangat tidak manusiawi, ” ujar Pastor Albertus.
OPM Kepergok Kebingungan
Penolakan luas terhadap ajakan pengibaran Bintang Kejora jelas membuat OPM kebingungan. Pasalnya, seruan mereka untuk mengibarkan bendera separatis justru tidak mendapatkan respons besar dari masyarakat. Beberapa laporan dari distrik-distrik di Papua bahkan menunjukkan bahwa warga secara terbuka menolak untuk terlibat dalam kegiatan simbolik tersebut. Warga juga enggan memberikan dukungan logistik atau tempat bagi kegiatan OPM.
Salah satu sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan bahwa situasi ini menunjukkan bahwa masyarakat Papua semakin sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh kelompok separatis dan lebih memilih untuk fokus pada pembangunan dan perdamaian.
“Tidak ada lagi yang tertarik pada simbol-simbol itu. Kami ingin hidup dengan damai, bekerja, dan membangun masa depan untuk anak cucu kami, ” kata sumber tersebut.
Menghadapi Masa Depan dengan Damai
Dengan semakin meluasnya penolakan terhadap pengibaran Bintang Kejora, harapan baru mulai muncul di kalangan masyarakat Papua. Masyarakat kini lebih menginginkan ketenangan, perdamaian, dan pembangunan yang berkelanjutan daripada terjebak dalam konflik yang tak kunjung selesai.
Dengan kesadaran yang semakin berkembang di kalangan masyarakat, diharapkan bahwa Papua dapat terus bergerak maju, dengan kedamaian dan keberagaman sebagai landasan utama. Keputusan untuk menolak pengibaran Bendera Bintang Kejora menunjukkan bahwa masyarakat Papua mulai menyadari bahwa masa depan yang lebih baik hanya dapat terwujud melalui persatuan, bukan perpecahan. (Red)