BANJARBARU – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan pentingnya pendaftaran tanah ulayat milik masyarakat hukum adat dalam kegiatan Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat yang digelar di Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, Kamis, 31 Juli 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam melindungi hak komunal masyarakat adat dari potensi konflik dan pencaplokan oleh pihak lain.
Dalam arahannya, Menteri Nusron mengingatkan bahwa jika tanah ulayat tidak segera didaftarkan, risiko sengketa kepemilikan di kemudian hari akan semakin besar. Ia menyebut berbagai kasus agraria yang muncul di daerah lain umumnya dipicu oleh tidak adanya bukti legal kepemilikan yang sah atas tanah adat.
“Kalau tidak segera didaftarkan, suatu hari akan ada pihak yang mengklaim tanah tersebut, baik dari individu maupun badan hukum sehingga kemudian terjadi konflik. Di sinilah urgensi dan pentingnya kenapa tanah hak ulayat itu harus didaftarkan, ” tegas Nusron.
Lebih lanjut, Menteri Nusron menjelaskan bahwa kekuatan perlindungan terhadap tanah ulayat sangat bergantung pada kelembagaan adat. Jika tanah ulayat telah didaftarkan atas nama komunitas adat, maka setiap proses peralihan atau sertipikasi harus mendapat persetujuan penuh dari seluruh anggota masyarakat hukum adat.
“Kalau anggota adatnya 5.000, maka harus tanda tangan 5.000 orang. Ini bentuk perlindungan sekaligus mitigasi agar tidak ada pihak luar yang bisa dengan mudah mencaplok tanah ulayat, ” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga kekompakan dan kesadaran masyarakat adat dalam mempertahankan aset komunal mereka. Tanpa kebersamaan dan pendaftaran hukum yang sah, tanah adat rentan hilang seperti yang terjadi di beberapa daerah, di mana masyarakat akhirnya kesulitan mengakses lahan untuk kegiatan ekonomi.
“Kalau masyarakat adatnya utuh dan kompak seperti di Sumatra Barat, insyaallah masih bisa bertahan. Tapi kalau tidak kompak, ini jadi bahaya, ” jelasnya.
Menteri Nusron pun mengajak seluruh elemen, mulai dari pemerintah daerah, tokoh adat, hingga jajaran ATR/BPN di Kalimantan Selatan, untuk menjadikan pendaftaran tanah ulayat sebagai prioritas utama guna menghindari konflik agraria di masa depan.
Dukungan terhadap pentingnya perlindungan tanah adat juga disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, yang hadir dalam kegiatan tersebut. Ia menekankan bahwa perlindungan hukum terhadap tanah ulayat harus dimulai dari proses identifikasi, pencatatan, dan sertipikasi secara sistematis.
“Kalau kita bisa lindungi dan kita bisa identifikasi mana tanah adat dan tanah ulayat, maka berbagai isu pencaplokan oleh pihak swasta, investor, dan sebagainya, bisa kita mitigasi sejak awal, ” ujar Rifqinizamy.
Dalam kesempatan tersebut, turut diserahkan 314 sertipikat tanah kepada perwakilan masyarakat yang hadir. Sertipikat tersebut meliputi tanah wakaf, aset milik negara/daerah (BMN/BMD), serta hasil dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Penyerahan sertipikat ini menjadi simbol langkah nyata dalam mempercepat legalisasi aset dan menjamin kepastian hukum.
Acara ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, termasuk Staf Ahli Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat Slameto Dwi Martono, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Harison Mocodompis, Direktur Pengaturan Tanah Pemerintah Suwito, Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan, Kepala Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan Abdul Azis, serta para bupati, wali kota, dan unsur Forkopimda se-Kalimantan Selatan.
Dengan langkah strategis ini, pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga hak masyarakat adat serta mewujudkan keadilan agraria yang merata dan berkelanjutan di seluruh pelosok tanah air. Pendaftaran tanah ulayat bukan hanya persoalan administratif, melainkan langkah konkret menuju perlindungan hak dan kedaulatan masyarakat hukum adat.