PAPUA - Di jantung Pegunungan Tengah Papua, ketika kabut menyelimuti lembah dan angin dingin berhembus dari sela-sela bukit, sebuah peristiwa penuh makna berlangsung di Desa Pogapa. Tak hanya sekadar tradisi, tetapi sebuah lambang kemanusiaan dan persaudaraan yang begitu kuat di tengah keheningan duka.
Para prajurit Satgas Yonif 113/JS, yang tergabung dalam Komando Operasi TNI Habema, hadir bukan sebagai tamu, tetapi sebagai keluarga dalam upacara bakar batu sebuah tradisi sakral masyarakat adat Moni, untuk mengenang hari meninggalnya istri dari Bapak Hengki Bagubau, Kamis (7/8/2025).
Dalam kesederhanaan yang sarat makna, prajurit TNI duduk sejajar dengan warga, ikut mempersiapkan bebatuan panas, menyusun daun, dan mengatur daging babi serta umbi-umbian di atas api yang menyala. Momen itu bukan sekadar ritual memasak bersama, tetapi lambang kepedulian yang mendalam, pengikat batin antara aparat negara dan masyarakat adat yang hidup berdampingan di Tanah Papua.
Di Balik Seragam Loreng, Ada Hati yang Menyatu
Kehadiran TNI di tengah duka masyarakat bukanlah formalitas. Personel Yonif 113/JS menunjukkan wajah kemanusiaan mereka—bukan sebagai penjaga batas semata, tetapi penjaga hati dan perasaan rakyat. Mereka menyatu dalam doa dan derai air mata, menyalami satu per satu keluarga yang berduka, sambil melontarkan kata-kata penghiburan dalam suasana yang penuh empati.
Panglima Komando Operasi TNI Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto, mengapresiasi keterlibatan prajuritnya dalam acara adat tersebut. Ia menyebut momen ini sebagai cermin dari kemanunggalan TNI dan rakyat Papua yang terus dirawat melalui kehadiran yang tulus dan partisipasi nyata di lapangan.
"Kehadiran prajurit di acara bakar batu ini menunjukkan bahwa kami bukan sekadar pasukan pengaman, tetapi bagian dari keluarga besar Papua. Di sinilah kekuatan TNI: bukan hanya menjaga kedaulatan, tetapi juga merawat kepercayaan dan mempererat persaudaraan. Ini adalah bentuk nyata kehadiran negara, " tegas Mayjen TNI Lucky Avianto.
Tradisi dan Toleransi: Pilar Harmoni di Tanah Cenderawasih
Bakar batu telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Papua. Ia adalah bahasa universal warga pegunungan: tentang berbagi, mengingat, menyatukan, dan menyembuhkan. Dalam pelaksanaan tradisi itu, nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas ditanamkan secara turun-temurun, menjadikannya jembatan budaya antara TNI dan masyarakat adat.
“Kadang kami di sini merasa jauh dari pusat. Tapi kalau ada TNI ikut duduk bersama, bantu kami di saat susah, hati kami tenang. Bapak-bapak tentara bukan orang luar, tapi saudara, ” ujar Bapak Hengki Bagubau dengan suara tertahan di sela duka.
Menjaga Papua dengan Hati
Kisah dari Pogapa ini adalah gambaran kecil, namun penuh makna, tentang bagaimana pendekatan kemanusiaan menjadi senjata paling ampuh dalam membangun kepercayaan di daerah perbatasan. Melalui kehadiran yang tulus dalam tradisi bakar batu, TNI tidak hanya menembus batas geografis, tetapi juga batas emosi dan budaya.
Di balik tantangan medan dan tugas negara yang berat, prajurit TNI tetap mampu menunjukkan ketegasan dalam tugas, sekaligus kelembutan dalam empati.
Penulis:
Dansatgas Media HABEMA
Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono