Miris.! Juara II Umum Kejurprov Nyaris Tanpa Kontribusi KONI Sungai Penuh

2 hours ago 1

INDONESIASATU.CO.ID - Prestasi membanggakan kembali ditorehkan tim bulu tangkis Kota Sungai Penuh pada ajang Kejuaraan Provinsi (Kejurprov) Jambi 2025 di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, 14–20 September 2025. Dengan semangat juang luar biasa, kontingen Sungai Penuh berhasil memborong 14 medali: 8 emas, 1 perak, dan 5 perunggu.

Catatan ini seharusnya menjadi sejarah emas sekaligus kebanggaan Kota Sungai Penuh. Delapan medali emas dipersembahkan dari berbagai kategori, mulai usia dini, anak-anak putri, remaja putri, taruna putri, ganda putri hingga ganda campuran. Bukti nyata bahwa talenta bulu tangkis Sungai Penuh tidak bisa dianggap remeh.

Namun, di balik prestasi tersebut tersimpan fakta pahit. Pasalnya, selama turnamen berlangsung, seluruh biaya transportasi, penginapan, hingga makan dan minum ditanggung penuh oleh atlet dan orang tua mereka. KONI Kota Sungai Penuh hanya membantu sebatas uang pendaftaran, tanpa ada sokongan lain.

Lebih ironis lagi, para atlet bahkan tidak mendapatkan seragam resmi. Mereka harus tampil dengan perlengkapan seadanya, tanpa identitas kebanggaan sebagai kontingen resmi kota. Kendati demikian, semangat anak-anak Sungai Penuh tidak pudar. Mereka tetap berjuang dengan penuh keyakinan hingga berhasil menorehkan sejarah baru menjadi Juara II Umum se-Provinsi Jambi.

Seorang orang tua atlet menuturkan, perjuangan ini penuh pengorbanan.

"Kami harus menanggung semua biaya sendiri, dari ongkos jalan, makan, sampai penginapan. Bahkan baju seragam pun anak-anak tidak disediakan. Tapi demi semangat mereka, kami rela berkorban. Yang penting anak-anak bisa bertanding dan buktikan prestasi, " ujarnya dengan nada kecewa.

Pertanyaan besar pun muncul, di mana peran Ketua KONI? Bagaimana mungkin organisasi olahraga resmi hanya mampu memberi dana pendaftaran, tanpa fasilitas dasar bagi atlet? Jika atlet bisa membawa pulang 8 emas tanpa dukungan berarti, lalu apa fungsi KONI?

Tak kalah mengecewakan, PBSI Kota Sungai Penuh pun menunjukkan kelemahan serius. Meski Sekjen PBSI hadir menyaksikan pertandingan, kehadiran itu sebatas seremonial tanpa makna. Faktanya, PBSI mengaku tidak punya anggaran untuk mendukung atletnya. Jika sebuah cabang olahraga tak mampu mengurus kebutuhan dasar atlet, termasuk seragam, lantas untuk apa ada pengurus?

Prestasi besar ini lahir bisa dikatakan bukan dari tangan KONI atau PBSI, melainkan dari keringat anak-anak dan pengorbanan orang tua mereka. Ironis, ketika medali dipersembahkan, nama lembaga tetap ikut harum, padahal kontribusi nyaris nihil.

Kemenangan ini harusnya menjadi tamparan keras bagi Ketua KONI dan Ketua PBSI Sungai Penuh. Atlet sudah membuktikan kemampuan mereka dengan segala keterbatasan. Yang dipertanyakan kini mampukah para pengurus olahraga bangkit dari tidur panjangnya, atau terus menjadi penonton yang hanya pandai berfoto di atas prestasi orang lain?.(son)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |