KOTA SEMARANG - Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) kembali menegaskan sikap tegas terhadap pelaku aksi anarkis yang terjadi saat unjuk rasa di depan Mapolda Jateng, Jumat (29/8/2025). Hingga Selasa (9/9/2025), total 10 orang telah resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti melakukan tindak kekerasan dan perusakan dalam aksi tersebut.
Hal itu disampaikan Wadir Reskrimum Polda Jateng, AKBP Jarot Sungkowo, dalam konferensi pers di Gedung Borobudur Mapolda Jateng. Kegiatan ini turut dihadiri Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto. Jarot mengungkapkan, tiga orang tersangka baru berhasil diidentifikasi perannya dalam aksi yang berujung ricuh tersebut.
Peran Tiga Tersangka Baru
Ketiga tersangka baru memiliki peran yang berbeda.
* DMY (22), karyawan swasta asal Genuk, Semarang, terbukti melakukan perlawanan terhadap petugas dengan cara melempar batu berulang kali ke arah unit Raimas, hingga menyebabkan petugas mengalami luka.
* MHF (21), pemuda asal Bogor, berperan lebih serius. Ia meracik bom molotov, menyimpannya dalam tas, lalu menyalakan dan melemparkannya ke arah aparat yang sedang melakukan pengamanan, hingga menimbulkan bahaya kebakaran.
* VQA (17), remaja asal Semarang, diamankan setelah melakukan pelemparan batu berulang kali serta merusak fasilitas umum.
Jarot menjelaskan, masing-masing tersangka dijerat pasal berbeda sesuai perannya.
“DMY dijerat dengan Pasal 214 subsider 213 subsider 212 subsider 170 ayat (1) subsider 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman 8 tahun 6 bulan penjara.
MHF dikenakan Pasal 187 KUHP dan Pasal 212 KUHP dengan ancaman 1 tahun 4 bulan hingga 12 tahun penjara.
Sedangkan VQA dijerat Pasal 406 KUHP dengan ancaman 2 tahun 4 bulan penjara, ” paparnya.
Bukti Kuat dan Proses Hukum
Jarot menegaskan, tidak semua peserta aksi ditetapkan sebagai tersangka. Sebagian besar yang sempat diamankan telah dibebaskan setelah mendapat pembinaan. Hanya mereka yang memenuhi unsur pidana dengan alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Para pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka ini adalah yang memenuhi alat bukti. Oleh karena itu, perkaranya bisa dilanjutkan, ” tegas Jarot.
Ia juga menyebut, proses penyelidikan masih berjalan. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah, terutama terkait kasus pembakaran mobil di kantor gubernur dan perusakan pos polisi yang terjadi di lokasi berbeda.
Pesan Polda Jateng: Demokrasi Ya, Anarkisme Tidak
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menegaskan bahwa kepolisian menghargai hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum. Namun, ia menekankan bahwa kebebasan tersebut harus dijalankan dengan cara yang damai dan bertanggung jawab.
“Polri adalah pengawal demokrasi. Kehadiran aparat di lapangan justru untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat serta menjaga ketertiban. Tapi kami ingatkan, penyampaian pendapat jangan sampai menimbulkan keresahan, kerusakan, atau bahkan merugikan orang lain, ” kata Artanto.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kondusivitas di Jawa Tengah.
“Mari kita sampaikan aspirasi dengan santun dan sesuai aturan hukum. Mari bersama-sama menjaga keamanan, ketertiban, serta kedamaian di tengah masyarakat, ” pungkasnya.
Ketegasan Aparat
Dengan penetapan 10 tersangka, Polda Jateng ingin menegaskan bahwa aparat tidak akan membiarkan aksi anarkis mencederai demokrasi. Unjuk rasa, menurut polisi, adalah ruang menyuarakan pendapat, bukan arena kekerasan yang merugikan orang lain. (*/Red)