JAKARTA - Lagi-lagi, kabar kurang sedap datang dari dunia perbankan. Kali ini, giliran Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Syariah Gayo Perseroda yang harus mengakhiri operasionalnya. Ini menjadi BPR keempat yang izin usahanya dicabut sepanjang tahun ini, menambah daftar panjang institusi keuangan yang berguguran akibat masalah permodalan dan likuiditas. Situasi ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran, namun di balik itu, ada langkah pengawasan ketat yang terus dilakukan demi menjaga stabilitas sektor keuangan kita.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-62/D.03/2025 tertanggal 9 September 2025, secara resmi mencabut izin usaha PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Gayo Perseroda. Bank yang beralamat di Jalan Mahkamah No. 151, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh ini, ternyata telah lama berjuang melawan defisit modal dan kas.
Langkah pencabutan izin ini bukanlah keputusan mendadak. Sejak 4 Desember 2024, OJK telah menempatkan BPR Syariah Gayo Perseroda dalam status BPR Syariah Dalam Penyehatan (BDP). Ini terjadi karena rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM) bank tersebut anjlok di bawah 12 persen, ditambah lagi dengan cash ratio rata-rata selama tiga bulan terakhir yang juga merosot di bawah 5 persen. Kondisi ini jelas mengkhawatirkan, mengingat modal dan kas adalah fondasi utama operasional sebuah bank.
Memasuki tanggal 14 Agustus 2025, OJK kembali mengambil langkah dengan menetapkan BPR Syariah Gayo Perseroda dalam status BPR Syariah Dalam Resolusi (BDR). Keputusan ini diambil setelah OJK merasa telah memberikan waktu yang cukup bagi pemegang saham dan pengurus bank untuk berupaya menyehatkan kembali BPR tersebut. Upaya perbaikan permodalan dan likuiditas, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 28 Tahun 2023, ternyata belum membuahkan hasil.
Menyikapi kegagalan penyehatan tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya angkat bicara. Berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Nomor 98/ADK3/2025 tertanggal 29 Agustus 2025, LPS menetapkan cara penanganan bank dalam resolusi BPR Syariah Gayo Perseroda, yaitu dengan melakukan likuidasi. LPS pun secara resmi meminta OJK untuk mencabut izin usaha bank tersebut.
Menindaklanjuti permintaan LPS, OJK pun segera menjalankan tugasnya. Berdasarkan Pasal 19 POJK yang berlaku, izin usaha BPR Syariah Gayo Perseroda pun dicabut. Dengan dicabutnya izin ini, tugas LPS kini berlanjut untuk menjalankan fungsi penjaminan dan memproses likuidasi, sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Meskipun terjadi pencabutan izin usaha, OJK memberikan imbauan penting kepada seluruh nasabah BPR Syariah Gayo Perseroda. (Investment.co.id)